Pages

Thursday, January 31, 2019

Ketika Hening Diletakkan

Kisah 7 - Ladang Baru

The power of YOWIS. Ya sudah. Yang penting kuliah harus diselesaikan. Ini tanggung jawab Inda kepada orangtua yang sudah berjuang untuk pendidikan sebagai bekal masa depan. Hendra dibiarkan datang dan pergi sesuka hatinya. Ada sebersit keinginan untuk bertanya, apa tujuan hubungan ini. Kalaupun memang tidak ada pasti Inda akan membuat langkah baru.
Tapi di jaman itu, tidak mudah seorang wanita mempertanyakan sebuah hubungan. Wanita dipilih, bukan memilih. Pria lah yang menyatakan cinta, yang melamar, yang mengajak untuk hidup bersama selamanya. Mungkin ada wanita yang lebih tegas dan berani mempertanyakan hal ini kapada pasangannya. Tapi bukan Inda orangnya.

Inda ingat, kakak seorang temannya menanyakan hal tersebut kepada pacarnya karena usia sudah mendekati 28 tahun, tapi tidak pernah ada kepastian. Tapi ketika ditanyakan ternyata jawabannya "belum siap menikah". Hilanglah sudah penantian bertahun-tahun, dan jalinan yang menutup kemungkinan dia bertemu pria lain. Betapa rumitnya menjadi wanita di jaman itu. Tepatnya untuk sifat seperti Inda yang sangat tertutup, lugu, lurus dan berserah pada keadaan. Inda tidak ingin bertanya ke Hendra apa yang menjadi kegelisahan hatinya. Biarkan saja dan seluruh energi dia kerahkan untuk menyelesaikan kuliahnya. Namun selalu ada waktu untuk membantu kegiatan usaha Hendra dan menampung setiap lembar gambar yang dikirim.

Akhirnya Inda dengan bangga dan lega menyandang gelar Sarjana Hukum. Mempersembahkan prestasi yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh kepada orangtuanya. Langkah berikutnya adalah mencari pekerjaan. Lamaran pun di kirim ke berbagai Lembaga Pemeritah maupun swasta. Tapi, yang didapat adalah namanya tercantum untuk mengikuti Wajib Militer. Nama Wiwik juga. Mereka berdua melongo.... hah Wajib Militer? nggak ada bentuk badan yang cocok jadi militer!.

Panggilan negara harus diikuti! titik!. Kalau tidak menepati bisa dijemput paksa!. Astaga....
Berdua dengan Wiwik akhirnya mereka mengikuti test awal di Jogya. Setelah itu mereka harus melanjutkan test ke Lembang.

tanganmu melingkar di pinggang, menghangatkan hati
Lembang, Bandung menjadi saksi hubungan Inda dan Hendra yang semakin akrab. Tapi, lagi-lagi bukan hubungan yang bisa menjawab pertanyaan "mau dibawa kemana?".
Setiap kali bertemu Hendra mengajaknya berkeliling dari angkot ke angkot miliknya. Berboncengan sepeda motor sambil bekerja mengawasi ke 6 angkotnya. Kemesraan yang mereka miliki hanyalah tangan Inda yang melingkar di pinggang Hendra. Dan Inda cukup bahagia dengan bisa merasakan kehangatan tubuhnya di udara sejuk kota Bandung.
Hendra masih disibukkan dengan kuliah, meneruskan usaha lampu dan mebel peninggalan bapaknya dan 6 angkot. Sibuk sekali. Kelelahannya terbayar setiap kali dia bekerja dan ada Inda disampingnya. Kencannya pun juga sederhana. Cukup menikmati siomay, bakso dan batagor yang menjadi menu utama setiap kali bertemu.
Kadang pikiran nakal Inda muncul "Hendra ini tidak kreatif, atau nggak punya uang?". Apalah artinya semua makanan itu dan angkot-angkotnya, dibandingkan bisa duduk memeluk pinggangnya sepanjang perjalanan keliling Buah Batu dan Dago.

Wajib Militer ternyata bukan jalan hidup Inda. Ketika lamarannya di sebuah Bank Pemerintah diterima, dia memutuskan untuk meninggalkan Wamil dan meniti masa depan di Jakarta. Keputusan sudah bulat. Wiwik juga mengikuti jejaknya untuk meninggalkan Wamil. Tidak mudah, karena harus berdiskusi panjang lebar dengan pihak ABRI. Namun melihat keduanya memang benar-benar tidak tertarik untuk mengikuti Wamil, mereka berdua dilepaskan.

Kembali ke Semarang, Inda dan Wiwik duduk di bis menunggu keberangkatan. Mengobrol tak habis-habisnya tentang pengalaman di Wamil dan akhirnya berhasil bebas. Tiba-tiba Inda tertawa lepas membuat Wiwik kaget.
"kamu kenapa? kayak orang sinting" katanya heran.
"enggak... aku tiba-tiba ingat peristiwa konyol soal naik bis begini" kata Inda masih menahan tawa sambil meneruskan cerita.
"waktu jaman SMA aku mau ke Solo sama temanku Winny. trus ngobrol gitu di bis... keasikan ngobrol, baru sadar kok penumpangnya cuma kami berdua dan bis nya nggak berangkat-berangkat juga..." Inda masih menahan tawa.
"trus..." Wiwik penasaran.
"akhirnya kami nanya ke kernet bisnya... pak kok bisnya belum berangkat??" Inda menahan tawa lagi...
"gimana??" Wiwik makin penasaran.
"trus keneknya bilang gini.... maaf mbak... bannya belum dipasang!" hahahahah... pecahlah tawa mereka. Jangan-jangan bis ini juga begitu pikir mereka kawatir.
Kali ini bis yang mereka tumpangi ada bannya. Dan menggelindingkan mereka kembali ke Semarang.

Keterlibatan Inda di Semarang untuk membantu Hendra dalam hal pengiriman barang penagihan dan lain lain mulai berkurang, karena kemajuan sistem pos dan giro.
Saatnya menuju kehidupan baru yang sama sekali buta buat Inda. Tapi hati dan jiwanya yang kuat dan berani membuat langkahnya ringan menuju Jakarta.

Ketika mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa ke Jakarta, Inda melihat tumpukan lembaran  gambar lukisan tangan Hendra. Masih tersusun dan tersimpan rapi di kamarnya. Ternyata banyak sekali sehingga harus dia masukkan dalam doos besar.
Inda terhenyak melihat begitu banyak gambar yang dikirim Hendra. Tapi sudah saatnya dia harus pergi. Ada kekawatiran lembaran gambar itu di lihat orang lain. Terbiasa menyimpan segala sesuatu sendirian, menjadi rahasia hati yang tersimpan rapat.
Setelah berpikir sejenak, di kumpulkan semua gambar dalam doos besar. Menutup dan merekatkan setiap sisinya dengan lakban. Rapat merekat, tidak mudah dibuka. Masih ada kekawatiran ada orang yang membukanya, maka dia mengambil spidol besar dan menulis di sisi doos,
JANGAN DI BUKA, JANGAN DI LIHAT, LEBIH BAIK DIBAKAR!
doos tersimpan di gudang, amankah??

bersambung...

Wednesday, January 30, 2019

Ketika Hening Diletakkan

Kisah 6 - Mau dibawa kemana?


Mengikuti perjalanan hidup Hendra, membuat Inda merasa berjalan di gurun. Hamparan luas dengan tujuan yang masih samar. Namun toh dia jalani tanpa henti. Tetap bersiap sedia membantu dikala harus mengirim barang, memesan juga menagih. Tanpa pamrih. Dijalani saja, mengalir...
Semakin dalam mengenal Hendra, semakin paham bahwa perbedaan mereka sangat besar. Hendra yang selama ini tidak berhenti mengirim gambar, tetap membuat Inda tidak paham maksud dan perasaan hatinya.

Hendra dengan tanggung jawab besar untuk keluarganya, semakin sibuk dengan kuliah dan bekerja. Seluruh energi dan pikirannya dia pusatkan untuk bisa membantu ibu menghantar adik-adiknya hingga selesai pendidikan. Salah satunya bahkan sudah mulai kuliah di Universitas Indonesia Jakarta. Tak terbanyangkan betapa sibuknya dia. Sedikit energi tersisa untuk Inda. Menggambar kegiatan sehari-hari dan mengumpulkannya dan mengirimkannya ke Inda.
Menggambar seperti menuang beban hidup. Sungguh bersyukur ada seseorang tempat dia mengirim beban hati dan hidupnya.

Dimasa itu, komunikasi adalah waktu. Menunggu waktu untuk surat, paket dan gambar datang adalah belajar sabar. Telpon sebuah kemewahan yang tidak bisa dinikmati setiap orang. Hari, bulan dan tahun pun berganti dan berlalu.
Inda yang manis dengan senyumnya yang menawan tentu saja menarik beberapa pria teman kuliah atau dari fakultas lain. Ada yang mencoba mendekatinya. Sesekali Inda mau diajak nonton atau sekedar makan di luar. Inda mulai mundur ketika pendekatannya semakin serius. Inda tidak mampu melangkah melampaui batas. Entah siapa yang membuat batas begitu kuat. Inda atau Hendra, atau keduanya. Hubungan mereka datar, tanpa tuntutan, tanpa keluhan. Kalau pun sesekali Hendra bisa datang berkunjung ke Semarang, semata-mata tidak untuk Inda. Waktunya bisa habis untuk teman-teman Hendra maupun geng kecil Three Musketeer. Apalagi anggota geng kecil Wiwik dan Yayuk berasal dari Magelang dan Jogyakarta. Tempat yang sangat dikenal Hendra di masa kecil. Inda mulai terbiasa menjadi bagian terkecil dalam hidup Hendra. Kerendahan hati yang bahkan tidak disadarinya.

Suatu hari Hendra datang dan berkata,
"sekarang ibu sudah pensiun. Beliau membeli 6 angkot yang beroperasi dari Buah Batu ke Dago. Aku harus membantu mengelolanya untuk tambahan biaya adik-adik".
Semakin tak terbayangkan betapa sibuknya dia dengan beban yang semakin berat. Ada 2 adik yang kuliah di UI. Dan masih ada 4 lagi yang semuanya membutuhkan biaya pendidikan.
Terbiasa dengan hubungan yang tidak jelas bersama Hendra membuat Inda lebih menekuni kuliahnya. Yang penting dia ada ketika Hendra membutuhkan. Dia ada ketika lembar-lembar gambaran kehidupan sehari-hari Hendra dikirimkan. Dan dia tetap ada, bahkan selalu ada buat Hendra.

Ketika tiba-tiba ada seseorang datang mengajaknya menikah, itu seperti petir di siang bolong. Mereka berteman sejak SMP, tapi sudah lama tidak bertemu. Tentu saja Inda tidak berani menerimanya. Selama ini hanya menganggapnya sebagai teman biasa. Peristiwa ini membuat Inda mulai menyadari sesuatu. Hubungan dia dan Hendra bertahun-tahun sudah berlalu tanpa kepastian. Inda sendiri tanpa sadar menutup diri terhadap pria lain yang mendekatinya. Seakan waktu sudah terbuang sia-sia. Sementara usia semakin bertambah. Mulai muncul kesadaran baru, mempertanyakan hal yang selama ini tidak pernah terpikirkan. Sebetulnya hubungan dia dan Hendra mau dibawa kemana?

Apakah kita hanya akan menghitung bintang tanpa merencanakan masa depan?

bersambung

Ketika Hening Diletakkan

Kisah 5 - Lukisan Cinta

ketika hati mulai bertaut
Inda memasuki dunia perguruan tinggi dengan penuh semangat. Sepenggal kata Hendra saat berpisah memberinya harapan baru, semangat baru untuk menjalani hidup ini tidak sendirian. Ruang memisahkan mereka. Tapi hati makin terpaut erat.
Seperti halnya mahasiswa baru, teman baru, sahabat baru. Inda pun memiliki geng kecil bernama Three Musketeer. Wiwik, Yayuk dan Inda menjadi tiga mahasiswi yang bersahabat kental. Menjadi penghibur dikala kesepian melanda. Merindukan Hendra yang entah sedang apa.

Hendra pun mengalami hal yang sama. Tempat dan suasana yang baru membutuhkan adaptasi yang tidak mudah. Hendra sosok yang ramah dan mudah bergaul. Sebentar saja dia berteman dengan banyak mahasiswa lain. Kehidupan baru yang menyenangkan karena jurusan yang dia pilih sangat sesuai dengan hati dan jiwa seninya. Seakan diberi keleluasaan tanpa batas untuk berkarya. Juga berkarya untuk mengungkap perasaannya ke Inda, kekasih hatinya.

Hendra tidak tahu bagaimana menjalin hubungan. Terasa kikuk dan aneh. Tidak ada kata yang keluar setiap kali dia mengambil selembar kertas untuk menulis surat.
Tangannya tidak mampu menuliskan kata-kata, tapi yang tertuang adalah gambar. Hendra menceritakan kehidupan sehari-hari melalui gambar. Dia lukiskan bagaimana dia berangkat ke kampus. Naik kendaraan. Suasana di sekitar.
Berlembar-lembar kertas berisi gambar tentang dirinya. Dikumpulkan menjadi satu, direkatkan dalam ring dan diberi cover kertas karton, kemudian dia kirim ke Inda.

Setiap bulan Hendra mengirimkan kumpulan gambarnya ke Inda. Tentu saja tidak ada balasan. Inda terlalu lugu dan lurus untuk memahami ini semua. Gambarannya indah, jadi dia kumpulkan saja menjadi satu. Fakultas Hukum mengajarinya memahami setiap kata, bukan gambar. Sangat berseberangan sehingga sulit bagi Inda untuk memahami ungkapan rasa Hendra melalui gambar. Apalagi Hendra tidak pernah mengungkapkan perasaannya dengan jelas. Andai sejelas hukum dan undang-undang yang selama ini dia geluti setiap hari.

Suatu hari adik Hendra yang waktu itu bersekolah di SMA mereka dulu menemuinya,
"sudah ketemu mas Hendra, mbak?"
"belum, apa dia lagi di Semarang?"
"Iya, sudah dua hari lalu". Inda menanti kedatangan Hendra. Tapi penantiannya sia-sia, karena Hendra tidak mampir ke rumah. Baru keesokan harinya datang ke rumah. Bukan untuk mengeratkan hubungan mereka, tapi minta antar ke pool bis Bandung Cepat. lhoh...
Dengan ketulusan dan niat baik, juga mungkin karena perasaan kasih yang mulai tumbuh setiap kali mendengar dan bertemu Hendra, membuat Inda menerima ini semua dengan hati tulus. Tanpa tuntutan. Bertemu dan berpisah...

Bertemu Inda bukan hal yang mudah buat Hendra. Bukan karena susah ditemui, tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Menggambar menjadi pelariannya. Lembar-lembar yang terkirim menjadi jalinan kasih yang dia rasakan. Entah Inda paham atau tidak. Hendra juga mengirimkan ucapan ulangtahun ke geng Three Musketeer, membuat Wiwik dan Yayuk menjadi tameng kalau ada yang mendekati Inda.
"Inda sudah punya pacar, jangan dekat-dekat dia" kata mereka setiap kali ada cowok yang mendekati Inda.
Ikatan kasih Hendra sebarkan lewat orang-orang terdekat Inda. Membuat Inda ada dalam lingkaran, bak Shinta dan Rama dalam cerita Ramayana. Inda tidak menyadarinya. Tapi juga membiarkan dirinya ada dalam lingkaran yang telah dibuat Hendra.

Berbagai cara Hendra lakukan untuk terus menjalin hubungan. Minta bantuan ini dan itu sehubungan dengan kegiatan yang dilakukan. Selain kuliah, Hendra mulai belajar mencari tambahan penghasilan untuk membantu keluarganya. Membantu bapak yang mengelola bisnis lampu dan mebel dari Jepara, hingga membuat kaos untuk dijual.
Inda terlibat di dalamnya. Membantu managih dan mengirim barang.
Cinta adalah perbuatan. Mungkin ini kata yang tepat untuk hubungan mereka. Tidak dibutuhkan kata-kata untuk mengungkapkan cinta dan setia. Selalu terlibat dalam setiap kegiatan Hendra, membuat Inda semakin mengenali, memahami dan terbiasa ikut menyelesaikan persoalan hidup Hendra.

Lembar lukisan terus beterbangan. Inda menyimpannya rapi, setelah melihatnya. Begitu rapi, tak seorangpun boleh melihatnya. Serapi Inda menyimpan perasaan hatinya.

Hendra dengan berbagai kegiatan kuliah dan usahanya, akhirnya merasakan kelegaan karena orangtuanya pindah ke Bandung. Kelegaan yang luar biasa tidak berlangsung lama. Menjelang memasuki tahun ke 3 kuliah di ITB, bapaknya dipanggil Tuhan.
Bagaikan langit runtuh menjatuhkan beban berat di pundaknya. Ibu yang sangat dia cintai harus berjuang sendirian. Sebagai kakak dengan 6 adik yang masih banyak membutuhkan biaya, ada rasa tanggung jawab besar untuk menggantikan peran bapaknya. Mendampingi ibu, berjuang bersama mengentaskan adik-adiknya.
Berat, lelah, takut, kawatir mewarnai langkah Hendra. Hanya Inda, kekasih hati untuk bersandar.

In... bolehkah aku bersandar di pundakmu?

lanjuuut

Tuesday, January 29, 2019

Ketika Hening Diletakkan

Kisah 4 - Cinta Tanpa Kata



Masa yang paling indah adalah masa di SMA. Tentu saja. Diusia itulah segalanya bisa dilakukan. Pokoknya happy dan happy saja. Berkumpul dengan teman sebaya selama 3 tahun. Mengalami suka duka bersama. Tertawa dan menangis bersama. Juga melakukan kegilaan bersama. Mendekati tahun kelulusan bukan disambut sukacita tapi rasa ingin terus berkumpul.
"kita nggak usah lulus semua aja..." kata teman sekelas Inda dengan konyol, disambut tawa seluruh kelas.
"besok kalau kita reunian, kita pinjam saja klas kita ini" sahut yang lain.
Hiruk pikuk rencana ini dan itu tidak bisa menghentikan waktu. Masa SMA harus dilewati, menuju kehidupan yang lebih mendewasakan. Walaupun tidak ada yang tahu bagaimana masa depan kita, tapi harus dihadapi.

Setelah SMA kemana? tentunya ke Universitas. Bukan pilihan satu-satunya, tapi di tahun 1977 pantas untuk dicoba untuk mendaftar ke Universitas. Ada SKALU (Sekretariat Kerjasama Antar Lima Universitas) terdiri dari ITB, UI, IPB, UGM dan ITS. Untuk ke lima Universitas tersebut kita bisa mendaftar dan mengikuti test di kota terdekat. Untuk pilihan ke dua selain SKALU, harus dilakukan di tempat Universitas berada.

Inda ingin melanjutkan ke Fakultas Hukum. Pilihan pertama di UGM dan pilihan kedua di Undip. Hendra ingin masuk Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Pilihan kedua di ISI Jogyakarta.
Jogyakarta adalah kota kenangan buat Hendra yang lahir disana. Karena orangtua berpindah-pindah tugas, masa Taman Kanak-Kanak Hendra dilalui di Magelang. Kemudian kembali lagi ke Jogyakarta ketika masuk Sekolah Dasar. SMP dan SMA dilalui di Semarang.
Sedangkan Inda dari lahir tinggal di Semarang. Di Jogyakarta ada saudara yang tinggal di Pakualaman dekat dengan rumah Hendra di Jayengprawiran. Kebetulan yang menyenangkan, membuat mereka berdua bisa berangkat bersama mengikuti test di UGM dan Hendra sekaligus test di ISI Jogyakarta.

Tapi pergi berdua naik bis dari Semarang ke Jogyakarta bukan cerita yang indah. Hendra tidak menyangka gadis manis yang membuatnya penasaran di tahun belakangan ini ternyata tidak tahan naik kendaraan. Dari pada mabuk, Inda memilih minum antimo yang membuatnya tidur sepanjang perjalanan. Terbanglah khayalan Hendra untuk mengenal Inda lebih dekat. Atau setidaknya melukiskan isi hatinya ke Inda. Hendra bukan tipe yang bisa mengurai kata-kata indah. Dia bahkan tidak tahu bagaimana caranya.... perjalanan yang sepi tapi menyejukkan karena ada Inda di sampingnya.

Test di UGM dan ISI dilalui dengan lancar. Selancar cerita tentang kehidupan Hendra. Inda menjadi lebih mengenal kehidupan Hendra sebagai anak no 2 dengan 6 adik yang masih kecil. Karena bapak ibunya bekerja dia semasa di Jogyakarta yang merawat adik-adik. Paling tidak suka kalau adik-adiknya perempuan tidak bisa merapikan rumah. Hendra sosok yang sangat mencintai keluarganya. Inda tidak pernah menyangka bahwa pemahaman akan kehidupan Hendra ternyata menjadi fondasi yang kuat nantinya dalam menjalin hubungan dengannya.

Hasil masuk Perguruan Tinggi akhirnya diumumkan. Hendra di terima di Fakultas Seni Rupa dan Desain di ITB. Inda sebetulnya diterima di UGM maupun Undip. Tapi bapaknya menyarankan untuk masuk Fakultas Hukum Undip saja. Toh jurusan yang dipilih sama.
Inda menerima saran bapaknya. Dan harus bersiap untuk berpisah dengan Hendra yang akan pindah ke Bandung. Bersiap menerima perasaan cinta pertamanya yang dulu hilang... kali ini sosok yang nyata dalam kehidupannya harus pergi juga.

Tercekat dalam berbagai rasa Inda menerima kehadiran Hendra sore itu untuk berpamitan. Tidak banyak kata, seperti biasa. Hendra menemui bapaknya Inda untuk berpamitan. Tiba-tiba bapaknya Inda berkata,
"kamu punya kakak yang sekolah di SMA depan itu ya? kok wajahmu mirip sekali.." deeg Inda terperangah. Kok bapak tahu? jangan-jangan kegiatan dia mengintip cowok itu ketahuan bapak. Hendra mencairkan suasana dengan tawa cengengesannya,
"Bukan pak.." tapi jelas tidak menenangkan hati Inda yang bergemuruh galau. Mengenang kembali perasaan cinta pertamanya. Kali ini, sosok itu begitu nyata dihadapannya, tapi sebentar lagi berpisah.

Saat berpisahpun tiba, Inda mengantarnya ke depan pintu. Mereka bertatapan dan Hendra mengenggam tangannya sekilas dan melepaskannya sambil berkata "In, kalau jodoh kita pasti bertemu"....
Sesuatu yang sejuk mengalir dihati Inda. Melepas dengan keindahan sekaligus kegalauan. Tapi ada sebersit keyakinan Hendra memberikan hatinya untuknya.

tanpa kata... sejuta rasa
huwaaa... mewek yuuuk...
sambil nunggu sambungan ceritanya

Monday, January 28, 2019

Ketika Hening Diletakkan

Kisah 3 - Sepeda


Inda sekarang gadis remaja yang manis, sederhana dan lugu, tetap seperti dulu. Memasuki dunia baru menjadi anak SMA. SMA yang mayoritas pria. Setiap kelas anak wanita rata-rata di bawah 5 orang. Mestinya mudah menjadi perhatian, tapi Inda merasa biasa saja. Seperti biasa, lurus, diam menjalani segala sesuatu seperti air mengalir.

Hingga suatu hari, pagi yang membuatnya berdegup keras. Ketika memarkir sepeda bersamaan dan bersebelahan dengan pria cinta pertamanya semasa remaja. Cinta monyet. Sosoknya sangat mirip dengan anak SMA bermobil abu-abu yang sering dia intip dibalik kaca jendela. Hanya dia merasa yang ini lebih pendek. hhhmm.. mungkin sama ya. Bukankah dulu dia masih kecil, sehingga melihat pria itu tinggi dan langsing. Sekarang mereka sama-sama se angkatan. Tapi siapakah dia? mungkinkah adiknya? kenapa wajah dan perawakannya mirip sekali?
Inda bertanya? tentu saja tidak. Dia bukan seseorang yang berani memulai suatu percakapan, walaupun tahu mereka seangkatan, tapi tidak sekelas. Jadi, setiap kali berbarengan parkir sepeda mereka hanya bertatapan sekilas. Sudah.

Inda tidak berusaha apa pun untuk mencari tahu lebih lanjut siapakah dia. Hanya tahu namanya Hendra. Itupun dari obrolan teman-teman, bukan berkenalan langsung. Semua dibiarkannya berlalu hingga mereka kelas 3 SMA dan satu kelas!. Duduknya sederet, tapi bukan sebangku. Mereka duduk bersebelahan ada jarak yang memisahkan bangku satu dan yang lain.

Hendra tidak ada hubungan sama sekali dengan cinta pertamanya dulu. Hanya karena wajah dan perawakannya mirip membuat Inda punya hubungan batin lebih di bandingkan dengan teman lainnya. Seakan sudah mengenalnya lama. Walau pun pada kenyataannya ternyata Hendra sering membuatnya jengkel.

Betapa seringnya Inda kelabakan karena pelajaran sudah mulai dan peralatan tulisnya tidak ada di tempat. Baru kemudian,
"nih...." kata Hendra sambil cengengesan. Jengkel, gemes, setiap kali ada yang hilang pasti Hendra yang menyembunyikan. Pencurian barang kecil yang Hendra buat untuk menarik perhatian Inda. Alat tulis, buku dan lain-lain. Inda yang super kalem membuat Hendra makin pintar mencari cara untuk mendekatinya.
"bahasa Inggrismu jelek khan, ayo ikut belajar bareng ada yang ngajari, gratis" kata Hendra suatu hari.
"siapa? dimana?" tanya Inda agak dongkol karena ketahuan memang nilai bahasa Inggrisnya jelek terus. Merasa tertantang juga untuk menaikkan nilainya.
"di rumahku, yang ngajar bapakku"... gubraaaak!!. Dalam hati Inda tertawa, tapi ini tawaran bagus. Maka dia pun ikut gengnya untuk kursus privat dan gratis oleh bapaknya Hendra.
Inda dan Hendra semakin mengenal satu sama lain. Tapi sebatas teman, karena memang tidak ada tanda-tanda lain selain teman. Bahkan yang ada, Hendra selalu saja ngerjain dia. Mungkin ngetes emosinya.
Suatu hari ada notes kecil di meja tulisnya. Ketemu di bioskop Gajah Mada jam 5 sore.
Dengan hati berbunga Inda menerima undangan tanpa nama. Karena mengenali tulisan tangan itu tulisan Hendra, maka sore itu dia ke bioskop Gajah Mada.
Apa yang terjadi? bioskop nya kosong. Tidak ada seorang pun disana. Inda kali ini dongkol sekali karena di kerjain. Tapi yaitulah Inda. Yang tersirat ya tetap wajahnya yang tenang dan kalem ketika keesokan harinya ketemu Hendra
"Kamu ngerjain aku ya.. aku tahu ini tulisanmu!"... dan seperti biasa Hendra cengengesan.

Tidak semua tingkah Hendra mengjengkelkan. Ada baiknya juga yang membuat hati Inda tersentuh. Hendra pintar menggambar, sedangkan Inda tidak. Suatu hari Inda terkejut karena tugas gambarnya mendapat nilai 8. Ternyata gambarnya ditukar dengan milik Hendra. Namanya diganti. Alhasil Hendra yang mendapatkan nilai jelek.
Pertemanan yang aneh. Kadang Inda merasa GR Hendra punya perhatian khusus dengannya. Tapi kadang pikiran ini luntur karena Hendra malah sering menjodohkan dengan teman lain. Dia juga mendengar dari teman gengnya Hendra naksir cewek lain dari SMA yang beda. Jadi tepatnya, pertemanan yang membingungkan, menjengkelkan sekaligus menyenangkan. Jadi ya sudah. Kelas 3 hampir berlalu, setahun tidak terasa. Biarkan mengalir...

kita kayuh sepeda bersama... mengakhiri masa remaja

tunggu kelanjutannya selepas SMA....

Ketika Hening Diletakkan

Kisah 2 - Merangkai Kenangan

membuka lembar kehidupan, merangkai kenangan
Inda memutuskan untuk menghadiri 1000 hari meninggalnya teman SMA yang tinggalnya di  Purbalingga. Sekaligus bernostalgia bersama teman-teman SMA yang dulu dilalui di Semarang. Inda dan Hendra suaminya, dulu satu angkatan. Bahkan satu kelas di kelas 3 (kalau jaman sekarang disebutnya kelas 12). Pasti menyenangkan bertemu teman lama dari Jakarta, Semarang, Jogyakarta, Klaten dan Solo. Inda sendiri berangkat dini hari naik kereta api bersama dua temannya dari Bandung menuju Purwokerto kemudian dilanjutkan naik mobil ke Purbalingga.
Kereta Api ekonomi dengan tiket 60 ribu itu menjadi pilihan satu-satunya menuju Purwokerto. Tidak disangka menjadi perjalanan panjang yang melelahkan karena berhenti di setiap stasiun yang dilewati. Dan akhirnya tiba di Purwokerto jam 8 pagi dengan selamat. Ada seorang teman yang siap menjemput peserta reuni dari Jakarta, Bandung dan Semarang.

Inda yang sudah memasuki masa pensiun bisa merasakan bagaimana ditinggal suaminya Hendra 14 tahun lalu. Seandainya masih hidup, alangkah senangnya bisa bertemu teman SMA mereka. Hhhmm... Hendra setia di hatinya, jadi kemanapun dia pergi mereka selalu bersama.
14 lalu sudah terlewati bersama Sari, putri tunggalnya. Kini Inda memilih menikmati hari-harinya dengan berkumpul bersama teman-teman. Guyonan semasa SMA, membuatnya muda dan bersemangat. Hanya satu hal yang sangat tidak terduga. Pertemuan kali ini menjadikannya pusat perhatian yang membuatnya membuka kembali lembaran kenangan yang selama bertahun-tahun tersimpan rapi di hati.

Seusai acara sembahayangan 1000 hari, acara keesokan harinya adalah kunjungan ke makam. Selanjutnya menjadi acara penuh peserta reuni. Walaupun usia sudah menjelang 60 th tapi berkunjung ke kebun durian tetap menjadi pilihan.
"nggak papa... yang penting habis makan durian minum obat. Jangan kayak orang susah" Nah rupanya kesenangan menjadi no 1, resiko belakangan. Usia 60 th ternyata sama gilanya dengan usia belasan tahun semasa SMA.
Makan... makan dan makan....

Inda mengikuti semua acara dengan santai dan sukacita. Setelah makan siang rombongan menuju ke sebuah villa di Batu Raden. Villa yang cukup besar dengan halaman yang sangat luas.
Kenyang tapi tidak biasa tidur siang, Inda bergabung dengan teman-teman yang mengobrol sambil menunggu sore hari.
Obrolan awal berpusat pada cerita hantu. Setelah itu menghitung siapa saja teman-teman seangkatan yang sudah meninggal. Ketika nama Hendra disebut, semua mata tertuju ke Inda, membuatnya gelagapan karena tidak menyangka tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Lalu diberondong dengan berbagai pertanyaan.
"Dulu meninggalnya bagaimana? kok mendadak, masih muda lagi"
"Dulu ketemuanya gimana sih, kok bisa berjodoh. Padahal waktu SMA kayaknya nggak pacaran"

Dulu... dulu... dulu...
dan kenangan indah pun berhamburan
setiap jawaban justru melahirkan pertanyaan baru. Membuat Inda membongkar kenangan masa lalu yang tidak pernah dia ceritakan. Inda sebagai pensiunan pejabat sebuah bank pemerintah tetap berpenampilan lugu, lurus dan apa adanya. Tapi dalam hal kisah pribadi dia jarang bercerita. Tapi entah, sepertinya suasana kali ini membuatnya ingin menceritakan semuanya.
Membuka buku kehidupan dan membiarkan semua kenangan berhamburan keluar hingga kembali ke masa gadis remaja 13 tahun jatuh cinta pada pemuda tanpa nama, yang kemudian hilang...



Adakah keterkaitan antara pemuda di masa kecilnya dengan Hendra suaminya?





nyambung lagi ya...

Sunday, January 27, 2019

Ketika Hening Diletakkan


Kisah 1 - Diam di Sudut Hati

anangpratama.files.wordpress.com/2014/03/1350074236.jpg

Inda, gadis kecil yang sedang memasuki usia remaja itu tiba-tiba punya keasikan baru. Mengintip dibalik kaca jendela. Memandang jauh ke seberang rumahnya dimana Sekolah Menengah Atas itu berdiri. Ketertarikannya pada seorang seorang pemuda tampan yang selalu di antar naik mobil bagus berwarna abu-abu. Pasti anak orang kaya yang menjadi salah satu murid SMA itu.
Sekian menit yang indah cukup membuat hatinya berdegup. Melagukan rasa yang belum pernah dia rasakan. Tatapan mata gadis remaja usia 13 tahun, menyapu sosok tinggi langsing dan tampan yang mempesona, membawa rasa asing di hati yang indah.

Berawal dari mata, mengalir pelan ke seluruh punggung hingga akhirnya memeluk hatinya dengan hangat. Inikah cinta?
Apa yang Inda ketahui tentang cinta? Dia hanya seorang gadis manis yang lugu. Dengan hatinya yang murni menerima dan menikmati perasaan ketertarikan pada seseorang yang bahkan tidak dikenalnya.

Hanya melalui pandangan mata dari kejauhan Inda bisa melihat dengan cermat pakaian seragam yang dia pakai, sepatu, tas dan segala hal yang menjadi aktivitas dari sejak turun dari mobil hingga lenyap dari pandangan matanya.

Dari hari ke hari Inda makin hapal jam berapa si dia datang dan pulang. Pandangan mata di balik jendela juga makin jelas merekam model rambutnya, dan wajahnya makin lekat dalam ingatan dari ke ke hari.

Inda sosok yang pemalu, sehingga dia menikmati dan menyimpannya rapat-rapat di sudut hati. Begitu rapatnya sehingga tak seorang pun melihat keasikannya sekian menit mengintip dibalik kaca jendela. Karena Inda juga harus bersiap diri berangkat sekolah. Menyisihkan kenangan indahnya untuk menjalani rutinitas di sekolah.

Minggu, bulan dan tahun berlalu. Inda tidak ingin pindah ke lain hati. Baginya memandang pemuda itu dari kejauhan sudah cukup baginya. Walaupun tak disangka muncul juga rasa ingin tahu dan cemburu ketika ada gadis yang ada di dekatnya. Pacarnya kah? dan beribu pertanyaan lain tentang pemuda dan semua orang yang berada disekitarnya, hanya meninggalkan tanda tanya yang tidak pernah terjawab. Dari hari ke hari menjadi kumpulan kenangan yang tersimpan rapat di hati. Tidak terasa dua tahun berlalu hingga saatnya pemuda itu akan hilang dari pandangannya karena lulus SMA.

Lukisan pemuda itu sudah siap dibingkai dan digantungkan di sudut hati. Inda tidak perlu mengintip lewat jendela. Cukup memejamkan mata, membuka lagi kenangannya dan menikmatinya.Hati Inda yang masih murni mulai belajar mengagumi tapi jauh dari keinginan untuk memiliki.
Bagaikan memandang keindahan ciptaan Tuhan dan bersyukur boleh menikmatinya. Lalu??
Akankah alam semesta menangkap ungkapan rasa gadis kecil ini dan mewujudkannya?


bersambung...