Masih cerita tentang bersepeda. Setiap kali kami sampai di rumah yang selalu membuat kami exciting adalah melihat data perjalanan kami di HP. Berapa kilometer yang dicapai, berapa kecepatannya, berapa jam, berapa kalori yang terbuang. Kemudian melihat pencapaian kilometer selama seminggu, sebulan dan total sejak awal mula kami bersepeda. Tentu saja data yang kumiliki belum sebanyak milik suamiku.
Persiapan bersepeda ternyata banyak, selain celana panjang dan kaos/sweater lengan panjang tentunya. Tutup kepala, biar keringat yang turun di dahi tidak mengganggu pandangan. Masker, walaupun tidak kupakai sampai hidung, karena akan membuat kabut di kacamataku sehingga mengaburkan pandanganku. Jam, yang mendeteksi detak jantung. HP, untuk mendata rute perjalanan dan tentu saja untuk berjaga-jaga kalau dibutuhkan, juga untuk mengambil foto. Kaos tangan dan sepatu kets. Cek lampu sepeda sudah dinyalakan apa belum. Lampunya sudah di charge apa belum. Ban sudah aman terisi angin apa belum. Ribet banget ternyata.
Di usia yang sudah "umur" sudah pasti sering terjadi kelalaian.
Lupa pakai masker, jadi deg-degan waktu berpapasan dengan polisi yang berpatroli di bulan puasa. Lalu, sibuk merangkai-rangkai jawaban kalau nanti ditanya. Ternyata aku lolos dari perhatian polisi. Jadi aman. Tapi tidak aman dari binatang sawah kecil-kecil yang menabrak wajah.
Lupa nggak pakai kaos tangan, biarlah.... lanjut teruuuuusss.
Lupa ngecharge lampu sepeda, biarlaaah... toh ada suamiku yang mengikuti di belakang dengan lampu yang cukup terang. Kami selalu berangkat pagi-pagi sebelum jalanan jadi ramai.
Lupa nggak pakai sepatu kets... hahaha... jadilah pakai sandal jepit, seperti kebiasaan kalau keliling kompleks hanya pakai sandal jepit.
sandal jepit... kekonyolan faktor "U" |
Lupa cellular phone nggak di ON. Karena kalau di rumah pakai WIFI, kalau keluar rumah harus di ON supaya bisa mendata perjalanan.
Yang paling sedih kalau data perjalanan hilang. Sampai rumah rasanya perjalanan tadi sia-sia. Suatu hari kami mencoba rute baru yang di peta sepertinya kok tidak terlalu jauh. Setelah masuk desa Demak Ijo, ternyata jalan yang kami lihat di peta kecil dan masih jalan tanah. Karena ragu-ragu melewatinya, kami memilih jalan satunya yang lebar dan beraspal. Ternyata penuh perjuangan melewatinya karena jalannya naik dan berkelok-kelok. Hingga akhirnya bisa sampai ke jalan besar yang menurun terus. Perjuangan yang lumayan buatku. Dalam hati, aku berharap "wah pasti dapat kilometer banyak nih, sesuai dengan perjuangan pagi ini. Bisa nambah kumpulan kilometerku".
Pikiran inilah yang menambah semangatku untuk menyelesaikan perjalanan ini hingga sampai ke rumah. Tapi betapa kecewaku, sangat kecewa karena ternyata HPku tidak mencatat perjalanan heboh ini dengan baik. Aku tidak tahu kenapa??? sediiih dan rasanya jadi lebih lelah dari biasanya. Kata suamiku yang HPnya bisa mencatat perjalanan kami, perjalanan tadi 19 kilomater lebih. Tambah kecewa dan sedihlah aku. Yang tercatat hanya 2,28 km. Dan entah kenapa kok berhenti disitu.Seharian itu aku merasa sangat kelelahan. Mungkin juga karena kecewa dan sedih sehingga energi yang keluar semakin banyak. Esok harinya aku tidak bersepeda. Baru bersemangat lagi hari berikutnya. Kali ini aku memutuskan untuk tidak peduli dengan angka-angka dan data-data yang terekam di HPku. Biarlah... syukur ke rekam, enggak juga nggak papa. Aku ingin menikmati perjalananku dengan sungguh-sungguh melihat dan memandang alam sekitar saja.
Tadi pagi saat akan berangkat aku disapa "selamat tinggal" oleh bulan yang sudah mulai turun ke kaki langit. Sinarnya yang mulai meredup seakan menyapa, mengucapkan "selamat tinggal, sampai ketemu lagi". Dan saat aku mengayuh pedal sepeda, udara pagi yang sejuk dan bersih bisa aku rasakan menyusup ke pori-pori kulitku.
bye bye moon.... see you |
Disepanjang jalan yang masih sepi dan gelap aku melihat para pekerja menyapu sisi-sisi jalanan. Hingga jalan aspal kelihatan hitam bersih dan berkilat.Warung sayuran mulai ramai dikunjungi orang-orang yang menitipkan dagangan dan juga pembeli yang memilih belanjaan. Ketika memasuki desa Manjung, centra produksi soun mulai beraktivitas setelah libur lebaran.
Desa Manjung sebagai centra produksi soun berawal tahun 1950 diprakarsai bapak Slamet Somo Suwito. Karena berkembang baik maka penduduk sekitar ikut membuat dengan bantuan bapak Slamet. Walaupun produksinya mulai menurun karena banyak merek soun import, namun desa ini masih dikenal sebagai penghasil soun. Soun menjadi bahan pelengkap soto, atau bisa juga dimasak menjadi soun goreng dan oseng soun. Bahan baku dalam pembuatan soun adalah tepung aren yang merupakan hasil pengolahan dari batang aren yang sudah diproses menjadi tepung. Bahan baku ini diproduksi di Desa Bendo Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten.
Dini hari memasuki kawasan indutri soun desa Manjung |
Tepung aren dicampur air, dipanaskan dan diaduk terus hingga kental |
Bahan yang sudah mengental di cetak memanjang seperti bakmi kecil-kecil. Kemudian ditampung dalam kotak panjang dan dijemur diterik matahari kurang lebih 3 jam |
soun dijemur dengan tatanan rapi |
Setelah kering soun di gantung untuk memudahkan ditimbang dan diikat dan kemudian di packing dan siap didistribusikan ke seluruh Indonesia. |
Semangat para penyapu jalan, penjual di warung, pekerja di pabrik soun dan juga para petani yang mengolah sawah menyalurkan energi dalam diriku. Aku semakin bersemangat mengayuh sepeda sambil memanjakan mata dengan pemandangan alam di pagi hari yang indah. Sawah menghijau kekuningan dan matahari yang mengintip, menyemburatkan sinar oranye di cakrawala. Paduan warna indah ciptaanNya. Hingga hatiku menyapanya dengan riang... hello sunshine. Tak disangka dalam waktu kurang lebih satu jam antara sapaan "bye bye moon.... hello sunshine" aku mendapatkan pengalaman yang luar biasa indah juga penuh semangat. Rasa syukur sebagai panjatan doa kepada Sang Pencipta. Terimakasih atas karunia di pagi hari yang membawa kedamaian hati dan ketentraman pikiran.
hello... Sunshine |
Note: tulisan ini terinspirasi chating di dini hari dengan sahabat SMA ku Baskoro. Dari sharingnya kalau bersepeda dia selalu sambil memanjatkan doa, hingga puluhan kilometer ditempuh tak terasa. Berkat yang didapat adalah kesehatan, kedamaian dan ketentraman. Dan itu benar. Thanks ya Bas untuk sharingnya.
No comments:
Post a Comment