Pages

Tuesday, May 31, 2011

Huntara (Hunian Sementara) Sudi Moro Muntilan

Capek… tapi menyenangkan…
Setelah beberapa bulan terakhir ini aku disibukkan dengan diri sendiri, yang mau tidak mau terkena imbasnya Gunung Merapi, tiba saatnya aku membuka jendela dan melongokkan kepala keluar. Ada apa di luar sana?...

Banyak… banyak sekali yang bisa kulakukan dan banyak hal yang belum aku ketahui dan aku lihat. Berkutat sendiri dengan kegiatan merenda dan menulis, hingga satu buku selesai dan beberapa pesanan renda masih dikerjakan…. Akhirnya membuatku bosan juga. pingin melakukan sesuatu yang beda... yang menantang... yang menggembirakan...
Sabtu lalu, ketika menunggu keponakanku, Lea, 10 tahun mengikuti lomba Spelling Bee, aku mendapat telpon yang membangkitkan gairahku untuk melakukan sesuatu.
Aku diminta KDK (Kerabat Desa Kota), sebuah LSM untuk mengajar ibu-ibu merenda di daerah Muntilan. Mereka adalah korban lahar dingin merapi.
Waaaa…. Pasti mau… dengan senang hati.
Senin, selasa… aku sempatkan ke Ungaran untuk memantapkan teknik renda dan langkah-langkahnya. Belajar dari mbakku. Rabu, seharian aku di KDK untuk merancang, membeli bahan, dan menyiapkannya dalam paket-paket kecil. Kamis harus sudah mulai… kami janji datang sekitar jam 2 siang. Saat yang tepat bagi mereka setelah membantu suami mengerjakan sawahnya, atau setelah mereka selesai mengerjakan pekerjaan RT.
Ini pengalaman pertama bagiku…
Siang hari, aku, Sofie, mbak Elly dan mas Jito… meluncur ke Muntilan. Lokasinya, kalau dari Jogja setelah pasar Muntilan, ada jalan ke kiri menuju Sendang Sono. Ikuti saja jalan tersebut, nanti di sebelah kanan jalan, setelah perjalanan kira-kira 4 km dari jalan besar… disanalah cluster bambu didirikan.
Surprise… dan exciting…..
Shelter house, untuk para korban lahar dingin merapi ini, didirikan atas kerjasama para donator, dan dikelola dan diorganisir GP. Ansor . Dengan bantuan para arsitek dari UGM, berdirilah perumahan bambu yang lucu dan indah.
Berdiri diatas sawah, milik kas desa setempat yang disewa selama 5 tahun. Prioritas untuk keluarga yang tidak punya tanah dan rumahnya hilang tersapu lahar dingin. Yang masih memiliki tanah di tempat lain yang aman, mereka diajak untuk membuat batako, dengan bahan pasir merapi… ini banyak banget dan gratis…. Hehe… dibantu alat pencetak batako dan semen, mereka diajak membuat sendiri batakonya sebanyak 3000 batako untuk mendirikan rumah mereka yang baru.
Memberi bantuan, tidak hanya selesai pada saat itu saja. Dipikirkan juga, bagaimana membantu mereka untuk bisa memperoleh penghasilan hingga dapat menata hidupnya kembali setelah diporak porandakan lahar dingin merapi. Salah satu yang bisa kami bantu, memberikan ketrampilan merenda. Ini hanya salah satu alternative ketrampilan tanpa menggunakan mesin.
Cluster bambu ini, dilengkapi  Mushola, yang digunakan untuk berbagai kegiatan dan taman baca, yang belum dibuka hingga kemarin.
Aku sungguh terpesona dengan bentuk rumah bambu yang lucu, katanya harganya 14 juta per unit. Wah… kok jadi sulit menggambarkan suasananya… lebih baik lihat fotonya saja. Aku bisa merasakan bagaimana para perancang rumah ini, menciptakan desain rumah yang lucu dan indah, walaupun dari bambu. Semacam rumah panggung, 6 0 cm dari tanah sawah.2 lantai, 2 kamar tidur dibawah, 1 di atas. ada ruang tamu. kamar mandi di tempat tersendiri. untuk 10 unit rumah ini, ada 8 kamar mandi. semua dari bambu…. bahkan jalan-jalan kecil yang menghubungkan masing-masing rumah  juga dari bambu…. Cantik sekali…. Pasti dirancang dengan hati yang tulus dan rasa kasih untuk memberikan kegembiraan bagi yang sedang berkesusahan.
Dan memang benar… yang aku temui adalah 29 ibu-ibu yang ceria. Bahkan ada satu orang ibu yang lucu, membuat suasana cair, penuh tawa… Ternyata bayangan wajah-wajah muram penuh kesedihan dan tidak bersemangat yang semula aku duga bakal kutemui, nyaris tidak ada. Hanya ada satu orang yang menyingkir pulang, entah kenapa…. Sementara lainnya, dengan semangat belajar merenda. Diawali dengan belajar menggulung benang… yang akhirnya bundet ruwet.. tapi tidak membuat mereka putus asa. Banyak komentar-komentar lucu, gojekan dan saling ejek yang menderaikan tawa… juga ketika belajar membuat rantai pertama… disusul rantai demi rantai. Tanpa terasa,  2 jam kami disana.
Nampaknya mereka tertarik untuk mencoba merenda, semoga. Kami berjanji untuk bertemu setiap Senin dan Kamis
Ketika akhirnya, kami harus pulang, mereka semua menghantar kami dengan tawaran tulus “monggo pinarak… griyo kula ingkang menika…” semua menawarkan untuk disinggahi… pasti belum bisa untuk hari ini… masih banyak waktu…
Ada rasa yang sulit kugambarkan.. ketika kami dalam perjalanan pulang. Bagi Sofie, mbak Elly dan mas Jito, ini sudah biasa. Mereka biasa terlibat dalam penanganan para korban bencana di seluruh Indonesia. Mengadakan berbagai pelatihan pasca bencana supaya mereka dapat menjalani kehidupan lagi dengan normal. Pengalaman mereka begitu banyak warna… indah.
Ketika aku berbagi… berlipat-lipat yang kudapat. Pengalaman, semangat, munculnya berbagai gagasan, teman-teman… dan  wajah-wajah baru…..
Capek… ya aku capek… ditambah campur aduknya rasa… tapi aku merasa senang dan bahagia. Sampai rumah jam 7 malam….. rasanya…hari ini… aku lahir kembali….dengan jiwa dan semangat baru..dan berbagai  pilihan yang bebas kupilih. Semoga dengan bimbinganNya, aku bisa menentukan pilihan yang terbaik yang bisa kulakukan dan berkenan bagiNya.





No comments:

Post a Comment