Lilik dan Trisiwi |
Kesempatan diberikan padaku untuk mengucapkan selamat datang dan mengucapkan terimakasih atas perhatian dan kesediaannya semua sahabat untuk hadir di acara ini...
Kemudian aku melanjutkan bercerita tentang rumah masa kecil, dimana kita semua saat itu berada. Bersyukur rumah tersebut masih seperti dulu, hingga aku bisa mengenang tembok melengkung di ruang tamu tempat aku bermain kuda-kudaan. Ada teras kecil yang membuat aku trauma dengan ulat karena pernah tidak sengaja memegang ulat bulu disitu. Halaman luas di depan adalah tempat aku belajar naik sepeda.. kenangan yang sangat indah....
Stanley, Penerbit Shining Rose |
Acara ini dimulai, dan kami, mbak Susan, aku dan Tiwi duduk di meja depan. Mbak Susan mulai dengan ulasannya tentang isi buku yang dinilainya punya gaya bercerita yang tidak biasa. "sangat jujur dan apa adanya". Proses pergolakan batin penulis, membuahkan ide untuk menjadikan buku tersebut sebagai pembelajaran bagi mahasiswanya dan beberapa cerita di dalam bisa dijadikan studi kasus...
Trisiwi, Lilik dan mbak Susan |
mas Kunto dan Lilik |
Obrolan tentang buku menjadi lebih hidup, karena mas Kunto banyak mengutip cerita-cerita lucu dan konyol. Seperti misalnya cerita tentang bagaimana mas Totok (suamiku) mewakili anjingku Zulu, menulis surat kepada kami. Baik mbak Susan maupun mas Kunto menilai mas Totok berbakat juga menulis.
Sebagai penulis dan juga orang yang berkecimpung di dunia penerbitan, mas Kunto memberi masukan untuk buku berikutnya hendaknya lebih detail dalam bercerita. Mungkin untuk beberapa istilah perlu di beri penjelasan arti katanya dengan menggunakan beberapa referensi buku lain.
Launching dengan suasana kekeluargaan yang kental, membuat semua pihak merasa santai.. bahkan aku bisa saja meninggalkan kursi untuk menyambut tamu yang datang belakangan. Teman-teman Loyola yang terkena macet, akhirnya bermunculan. Dan suasana menjadi lebih hangat lagi ketika yang hadir dimintai komentar atas buku tersebut.
Apa saja komentar mereka?
No comments:
Post a Comment