Dan akhirnya, pahargyan, adicara pesta tradisional untuk menyatakan kepada
khalayak bahwa pasangan pengantin telah sah sebagai suami isteri baik secara agama maupun hukum. Dalam adicara ini, pengantin berdua
dipertemukan atau panggih.
Untuk sementara mereka dipisahkan untuk menjalankan ritual ini. Kemudian mereka dipertemukan lagi dengan iringan yang membawa kembar mayang.
Kembar mayang merupakan cerminan dari kalpataru,
pohon kehidupan. Melukiskan kehidupan tiga dunia, dunia atas (dewa loka), dunia
tengah (jana loka) dan dunia bawah (patala). Kembar mayang mengandung makna semoga pengantin mendapatkan
kebahagiaan ganda/kembar, diambil dari arti katanya.
Dalam panggih ini pengantin menjalani beberapa ritual. Sebelum bertemu,
kedua pengantin melakukan prosesi balangan
gantal (melempar gantal). Gantal wujudnya gulungan daun sirih
dengan isi kapur sirih dan gambir yang diikat dengan benang. Pada saat melempar
gantal, pengantin pria mengarahkannya
pada dada pengantin putri, lambang menyampaikan pesan jadilah ibu anakku. Dan
pengantin putri mengarahkannya pada kaki pengantin pria, lambang pesan jadilah
tiang keluargaku. Daun sirih merupakan lambang penghormatan, pada jaman dahulu
cara menghormati tamu adalah dengan menghidangkan sirih sebelum menghidangkan
makanan dan minuman.
saling melempar sirih atau gantal |
Kemudian pengantin pria menginjak
telur (wiji dadi) hingga pecah.
Pecahnya telur adalah lambang pertemuan unsur merah (wanita) dan unsur putih
(pria). Pengantin pria yang menginjak wiji
dadi, ia berkewajiban melindungi dan menyayangi isterinya. Setelah itu,
pengantin putri membasuh kaki pengantin pria sebagai lambang kewajiban untuk menjadi seorang
ibu, sebagai akibat bertemunya unsur putih dan merah.
Menginjak telur |
Kemudian dengan diselimuti kain sindur oleh ibu pengantin putri, kedua
pengantin beranjak menuju ke pelaminan dengan panduan ayah pengantin putri. Ini
sebagai wujud bahwa kedua orang tua menghantar putra putrinya pada kehidupan
yang baru sebagai suami isteri “ing
ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso dan tut wuri handayani”
Adicara panggih telah
usai, setelah kedua pengantin berada di sasana
rinenggo atau pelaminan, dilanjutkan dengan:
Bobot timbang, kedua
pengantin duduk di pangkuan ayah pengatin putri seolah-olah ditimbang. Dengan
demikian kedua pengantin sama hak dan kewajiban juga sama bobot kasih
sayangnya. Menjadi mitra sejajar yang serasi, sesuai dan seirama.
Berat yang mana pak?... jawabnya.... "sama.... |
Kacar-kucur (mengucurkan),
juga disebut tampa kaya, adicara ini diwujudkan berupa
kacang-kacangan, beras kuning dan aneka uang logam. Ini sebagai pernyataan
kepeduliaan suami terhadap isteri secara lahir dan batin. Juga diartikan suami
memberi nafkah dan isteri berhati-hati
dalam pengelolaannya.
Dulangan atau
walimahan, kedua pengantin menyantap
nasi kuning dengan cara saling menyuapi. Maknanya hati bersatu dan tekad bulat
untuk hidup bersama.
Nasi kuning, hati ayam, telur, kacang.. dihias timun dan tomat |
Ngabekten/sungkeman, simbol
anak yang berbakti terhadap orang tua, meminta maaf dan mengucap terima kasih
serta mohon doa restu. Dan kedua orang tua akan membimbing dengan penuh
perhatian, memberi nasihat agar bisa mencapai kehidupan yang bahagia di masa
depan. Adicara sungkeman ini
merupakan penutup rangkaian adicara pahargyan.
Dua keluarga yang dipersatukan |
Selesailah sudah acara penikahan adat Jawa anak-anak kami Stella dan Dion...dan sekarang saatnya berpesta.....
No comments:
Post a Comment