Ya, ini memang berkah bagi kami. Wood &Cotton didirikan oleh ibu Wien Hardani, dimana dia menyajikan furniture besi dan kayu, juga berbagai assesories seperti handuk, sprei, taplak, lampu meja dll. Kami mensupport semua furniture dan lampu meja. Selain itu, dia yang mengusahakan.
Bandung menjadi tempat kelahiran Wood &Cotton. Selain di pamerkan, ibu Wien juga menggelar acara press conference dengan berbagai media untuk mempromosikannya.
Sebuah acara yang sudah dirancang dengan matang, dan kami ikut hadir untuk melihat minat pengunjung sebagai persiapan kami ke depan untuk melayani minat mereka.
Nah cerita tentang Pangandaran ini berkisar tentang kenangan anak-anak masa kecil di pantai. Aku sudah agak lupa kapan kami terakhir pergi ke Pangandaran. Rasanya sudah 20 tahun lalu, mungkin lebih.
Bayangan masa kecil, anak-anak main di pantai yang hanya berseberangan dengan tempat kami menginap, mengukir lekat dalam pikiran. Berharap melihat kembali kenangan masa itu.
Kami berangkat dari Wedi-Klaten pukul 11 malam, dan tiba di Pangandaran jam 5 pagi. Diguyur hujan deras dan lampu mati. Pangandaran sudah berganti wajah. Banyak hotel indah di sepanjang pantai, bahkan di jalan-jalan yang agak jauh dari tepi pantai.
Dalam suasana pagi yang masih lengang... kami mencari Hide Away, rumah bambu tempat kami menginap dulu. Tidak ada lagi....
Mobil kami mulai diikuti banyak orang bersepeda motor untuk menawarkan penginapan di rumah-rumah penduduk.
Kecewa tidak menemukan rumah bambu Hide Away, akhirnya kami berhenti di tepi pantai yang sudah kumuh dipenuhi kios-kios penduduk yang berjualan disitu. ooooh.. kemana pantai kami dulu...
Tempat anak-anak bermain ombak, dijaga nelayan yang baik hati. Ada penduduk yang berkeliling menawarkan lobster. Setelah kami memilih, lobster akan dimasak kemudian di antar ke rumah. Betapa nyaman dan indahnya...
Hotel Surya |
Menjelang siang, aku dan anakku mencoba berjalan ke gasebo yang ternyata bisa langsung ke pantai...
Tuhan Maha Besar.. pantaiku masih ada... tetap indah dengan pasir hitamnya yang lembut. Sepi pengunjung hingga rasanya seperti pantai pribadi. Entah mengapa tidak banyak orang yang bermain di bagian pantai ini, sementara di sebelah timur, bergitu banyak orang berkeruman dan bermain ombak.
Gasebo di tepi pantai |
Gasebo milik Hotel Surya |
Kenangan anak-anak pun bergulir dengan indah. Mandi dan bermain dengan ombak, hingga matahari kelelahan dan bersiap lenyap ke garis cakrawala. Puas bermain ombak, mereka pulang untuk mandi dan kembali lagi ke pantai.
Pantai Pangandaran sebelah Timur |
Pantai Pangandaran sebelah Barat |
Pengunjung berkerumun di sebelah Timur |
Bercanda dengan ombak |
Bermain ombak |
Sunset |
Mananti anak-anak mandi, aku duduk sendiri di tepi pantai, memadang ke laut lepas. Jauh di cakrawala yang mulai redup, aku melihat beberapa titik lampu. Makin lama makin besar. Rupanya para nelayan bersiap pulang ke rumah. Pasti sebuah tempat yang mereka rindukan setelah seharian bergulat dengan ombak untuk mencari ikan, demi menghidupi keluarganya.
Sangat ironis melihat kehidupan para nelayan. Mereka seakan pemilik laut, tapi kehidupan mereka semakin tersingkir oleh hotel dan penginapan mewah di tepi pantai. Ya... aku toh juga tidak bisa berbuat banyak. Bahkan ketika tahu bahwa rumah bambu Hide Away ternyata hilang tersapu tsunami 2006 lalu... kami hanya bisa merelakannya dan menyimpannya dalam kenangan.
sendiri |
cafe di malam hari |
kerlap-kerlip lampu |
Sebentar kemudian, keheningan dipecah oleh suara musik keras. Debam-debum DJ yang siap menghibur pengunjung. Ternyata ini malam minggu... aku memilih untuk menghindari kebisingan dan tidur...
No comments:
Post a Comment