Pages

Tuesday, January 29, 2019

Ketika Hening Diletakkan

Kisah 4 - Cinta Tanpa Kata



Masa yang paling indah adalah masa di SMA. Tentu saja. Diusia itulah segalanya bisa dilakukan. Pokoknya happy dan happy saja. Berkumpul dengan teman sebaya selama 3 tahun. Mengalami suka duka bersama. Tertawa dan menangis bersama. Juga melakukan kegilaan bersama. Mendekati tahun kelulusan bukan disambut sukacita tapi rasa ingin terus berkumpul.
"kita nggak usah lulus semua aja..." kata teman sekelas Inda dengan konyol, disambut tawa seluruh kelas.
"besok kalau kita reunian, kita pinjam saja klas kita ini" sahut yang lain.
Hiruk pikuk rencana ini dan itu tidak bisa menghentikan waktu. Masa SMA harus dilewati, menuju kehidupan yang lebih mendewasakan. Walaupun tidak ada yang tahu bagaimana masa depan kita, tapi harus dihadapi.

Setelah SMA kemana? tentunya ke Universitas. Bukan pilihan satu-satunya, tapi di tahun 1977 pantas untuk dicoba untuk mendaftar ke Universitas. Ada SKALU (Sekretariat Kerjasama Antar Lima Universitas) terdiri dari ITB, UI, IPB, UGM dan ITS. Untuk ke lima Universitas tersebut kita bisa mendaftar dan mengikuti test di kota terdekat. Untuk pilihan ke dua selain SKALU, harus dilakukan di tempat Universitas berada.

Inda ingin melanjutkan ke Fakultas Hukum. Pilihan pertama di UGM dan pilihan kedua di Undip. Hendra ingin masuk Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Pilihan kedua di ISI Jogyakarta.
Jogyakarta adalah kota kenangan buat Hendra yang lahir disana. Karena orangtua berpindah-pindah tugas, masa Taman Kanak-Kanak Hendra dilalui di Magelang. Kemudian kembali lagi ke Jogyakarta ketika masuk Sekolah Dasar. SMP dan SMA dilalui di Semarang.
Sedangkan Inda dari lahir tinggal di Semarang. Di Jogyakarta ada saudara yang tinggal di Pakualaman dekat dengan rumah Hendra di Jayengprawiran. Kebetulan yang menyenangkan, membuat mereka berdua bisa berangkat bersama mengikuti test di UGM dan Hendra sekaligus test di ISI Jogyakarta.

Tapi pergi berdua naik bis dari Semarang ke Jogyakarta bukan cerita yang indah. Hendra tidak menyangka gadis manis yang membuatnya penasaran di tahun belakangan ini ternyata tidak tahan naik kendaraan. Dari pada mabuk, Inda memilih minum antimo yang membuatnya tidur sepanjang perjalanan. Terbanglah khayalan Hendra untuk mengenal Inda lebih dekat. Atau setidaknya melukiskan isi hatinya ke Inda. Hendra bukan tipe yang bisa mengurai kata-kata indah. Dia bahkan tidak tahu bagaimana caranya.... perjalanan yang sepi tapi menyejukkan karena ada Inda di sampingnya.

Test di UGM dan ISI dilalui dengan lancar. Selancar cerita tentang kehidupan Hendra. Inda menjadi lebih mengenal kehidupan Hendra sebagai anak no 2 dengan 6 adik yang masih kecil. Karena bapak ibunya bekerja dia semasa di Jogyakarta yang merawat adik-adik. Paling tidak suka kalau adik-adiknya perempuan tidak bisa merapikan rumah. Hendra sosok yang sangat mencintai keluarganya. Inda tidak pernah menyangka bahwa pemahaman akan kehidupan Hendra ternyata menjadi fondasi yang kuat nantinya dalam menjalin hubungan dengannya.

Hasil masuk Perguruan Tinggi akhirnya diumumkan. Hendra di terima di Fakultas Seni Rupa dan Desain di ITB. Inda sebetulnya diterima di UGM maupun Undip. Tapi bapaknya menyarankan untuk masuk Fakultas Hukum Undip saja. Toh jurusan yang dipilih sama.
Inda menerima saran bapaknya. Dan harus bersiap untuk berpisah dengan Hendra yang akan pindah ke Bandung. Bersiap menerima perasaan cinta pertamanya yang dulu hilang... kali ini sosok yang nyata dalam kehidupannya harus pergi juga.

Tercekat dalam berbagai rasa Inda menerima kehadiran Hendra sore itu untuk berpamitan. Tidak banyak kata, seperti biasa. Hendra menemui bapaknya Inda untuk berpamitan. Tiba-tiba bapaknya Inda berkata,
"kamu punya kakak yang sekolah di SMA depan itu ya? kok wajahmu mirip sekali.." deeg Inda terperangah. Kok bapak tahu? jangan-jangan kegiatan dia mengintip cowok itu ketahuan bapak. Hendra mencairkan suasana dengan tawa cengengesannya,
"Bukan pak.." tapi jelas tidak menenangkan hati Inda yang bergemuruh galau. Mengenang kembali perasaan cinta pertamanya. Kali ini, sosok itu begitu nyata dihadapannya, tapi sebentar lagi berpisah.

Saat berpisahpun tiba, Inda mengantarnya ke depan pintu. Mereka bertatapan dan Hendra mengenggam tangannya sekilas dan melepaskannya sambil berkata "In, kalau jodoh kita pasti bertemu"....
Sesuatu yang sejuk mengalir dihati Inda. Melepas dengan keindahan sekaligus kegalauan. Tapi ada sebersit keyakinan Hendra memberikan hatinya untuknya.

tanpa kata... sejuta rasa
huwaaa... mewek yuuuk...
sambil nunggu sambungan ceritanya

No comments:

Post a Comment