Pages

Sunday, September 25, 2011

Sepotong Mangga

Sekarang lagi musim buah mangga. Buah yang manis dan segar untuk di santap setelah makan siang. Seperti biasa, setelah makan, aku mengambil satu buah mangga dari kulkas. Cukup satu untuk berdua. Dan aku mulai mengupasnya di satu sisi bagian mangga kemudian aku membaginya 2. Pasti potonganku tidaklah sempurna, karena yang satu kecil dan satunya lagi besar. Aku menawarkannya ke suami, dan dia mengambil bagian yang kecil dan aku diberinya bagian yang besar.
Pasti sudah ribuan kali dalam perkawinanku yang berusia 27 tahun, aku mengupas mangga untuk kami berdua maupun untuk seluruh keluarga. Tapi kenapa kali ini lain??

Perbedaan pendapat dalam kehidupan suami-istri adalah biasa. Banyak yang bilang, suami-istri harus beradaptasi seumur hidup. Tidak boleh berhenti, tidak boleh putus asa, harus terus berupaya supaya perkawinan menjadi langgeng sampai kaken-ninen.
Kenyataannya, memang tidak mudah mengerti dan memahami pasangan masing-masing.

Sepotong mangga, membuatku mengerti dan memahami. Mengapa suamiku mengambil bagian yang kecil, dan memberiku bagian yang besar?? pasti bukan sekedar mengalah, tapi memang karena dia ingin memberikan yang terbaik dan terbesar untukku.
Aku sering melakukan hal yang sama, ketika suamiku yang mengupas mangga. Aku juga selalu mengambil bagian yang kecil, dan menyisihkan yang besar. Sekedar ungkapan terimakasih karena sudah mengupaskan mangga untukku. Kami melakukan hal yang sama, ingin memberikan yang terbaik dan terbesar yang mampu kami berikan.

Peristiwa kecil ini membuat aku sadar. Aku lebih sering melihat, bagaimana aku rela mengambil yang kecil, untuk memberikannya yang besar. Sementara aku tidak memperhatikan bahwa dia juga melakukan hal yang sama untukku. Memberiku yang besar, dan mengambil bagian kecil untuk dirinya sendiri.
Aku selalu berkutat pada perasaan bahwa aku sudah melakukan yang terbaik terus menerus, hingga membutakan mataku untuk melihat apa yang dia lakukan untukku. Sikap seperti ini berkembang menjadi lebih buruk lagi, ketika aku mengharapkan dia melakukan hal yang sama kepadaku, dengan ukuran yang aku tentukan. Pasti tidak mudah bagi dia untuk melakukan hal yang sama persis seperti yang aku lakukan. Hingga rasanya harapanku tidak pernah terpenuhi. Lama-lama pengorbanan yang semula dilakukan dengan tulus hati, menjadi beban yang semakin berat setiap hari. Bertumpuk-tumpuk, dan semakin membutakan mata dan juga hatiku untuk melihat apa yang dilakukannya untukku.

Kini aku memilih untuk menikmati potongan besar yang diberikan suamiku kepadaku. Menikmati setiap hal yang dilakukan untukku, sebagai bagian terbesar yang dia berikan untukku. Berterimakasih untuk semangat kerjanya, untuk membangun mimpi ke depan, untuk mendampingi setiap peristiwa dalam perjalanan perkawinan kami, dan untuk setiap ucapan terimakasih atas semua yang aku lakukan untuknya. Dan tindakan sekecil apapun yang dia lakukan ... menjadi berkah yang besar untukku.

Terimakasih Tuhan, untuk membuka mata dan hatiku hingga mampu menikmati kelimpahan berkahmu, dalam setiap langkahku. Amin.

No comments:

Post a Comment