Pages

Friday, August 5, 2011

KemuliaanNya

Haruskah kita mengakui keagungan dan kemuliaanNya ketika kita tidak kuasa melihat tsunami di Aceh, di Jepang... berbagai gempa bumi di seluruh dunia. Bahkan ketika aku mengalami sendiri betapa gemuruhnya suara gunung Merapi yang meletus, hujan kerikil dan debu.  Banyak yang beranggapan Tuhan murka atas kehidupan manusia yang semakin porak poranda. Semua bersujud mohon pengampunan, mengakui kebesaran kuasaNya, dan menyadari betapa tidak berartinya kita sebagai manusia berhadapan dengan kemuliaanNya yang Agung.

Pagi ini, aku duduk di dekat pintu gereja untuk menghadiri misa pagi. Udara dingin masih sanggup menembus sweaterku yang lumayan tebal. Ketika mata kututup, menikmati musik lembut yang mengisi waktu menyambut misa, aku banyak mendengar suara. Orang-orang yang batuk dan berdehem, maklum, yang hadir kebanyakan usia menengah ke atas. Suara orang yang memarkir sepeda motor, sepeda.. dan juga suara jago berkokok di kejauhan.
Semua suara yang kudengar, tidak dapat aku kuasai. Suara-suara yang boleh dikatakan mengganggu keheninganku, tapi aku tidak punya kuasa sedikitpun untuk meminta mereka diam dalam keheningan. Aku hanya bisa menikmatinya. Semakin aku menikmatinya, semakin aku merasakan berbagai rasa dalam diriku. Angin dingin yang segar, selain menembus kulit, juga berhembus lembut membelai rambutku. Mesra dan penuh sayang, seperti tangan Tuhan yang menunjukkan kasihNya padaku. Dan aku merasakan degup jantungku, tiap kali kuletakkan kedua telapak tanganku di dada. Dan nafas ini, menggerakkan dada dengan teratur, tenang... kadang kuhembuskan pelan, mengembalikannya ke irama kehidupan.
Keindahan pagi ini, terhenti ketika Romo memasuki gereja, dan misa pagi dimulai....

Kemuliaan Tuhan, menjadi bacaan misa hari ini. Haruskah kita menyadari kemuliaan dan kebesaranNya, hanya ketika terjadi bencana alam yang luar biasa?. Bukankah bencana bisa terjadi setiap saat dalam diri kita??
Lihatlah betapa gemuruhnya dan panasnya sungai darah kita ketika marah. Seakan mau meledak dan mengancurkan segala sesuatu di sekitar kita.
Lihatlah betapa berdetak keras jantung kita bagaikan gempa ketika kekawatiran melanda. Atau kesedihan yang membuat harapan terbang bagai tersapu angin puyuh.
Lihatlah betapa remuk redamnya hati kita, ketika disakiti, dianiaya, dihina.... seperti tersapu gempa dan tsunami....
Kemana kita pergi ketika bencana memporak porandakan kedalaman hati kita, jantung kita.... hanya kepadaNya kita berlutut... mohon ampun, mohon kekuatan, mohon belas kasihan...
Sebenarnya, setiap saat kita memuliakan dan mengagungkanNya. Karena kita tidak memiliki kuasa atas segala yang ada dalam diri kita. Dialah yang menguasai seluruh sel tubuh kita. Kalau kita membiarkan tubuh ini dikuasaiNya dan melakukan kehendakNya, seluruh tubuh ini menjadi milikNya.
Mampukah kita merendahkan diri dihadapanNya??? membiarkan seluruh kehendakNya yang terjadi? menyangkal keinginan diri, dan melepas kehendak manusiawi??
lalu, bagaimana mengetahui kehendakNya?? bersatu denganNya dalam doa, melakukan semua tugas hari ini sebaik-baiknya, dan lakukanlah lebih dan lebih semampu kita.... hingga kita sungguh tidak mampu lagi... dan biarkan Dia menyelesaikannya... do the best.. and God do the rest...

Disaat aku berada pada titik keputusasaan, kepadaNya lah aku meringkuk dan berbisik ".. aku tidak mampu lagi.." dan di saat itu Tuhan mengambil alih semuanya...

When we are doing God's will, He will be with us even without our asking. If we're not doing His will, we need to ask His forgiveness, change our course, and follow Him - Julie Ackerman

No comments:

Post a Comment