Tiga hari terakhir ini, 29,30 dan 31 Juli, bacaan Kitab Suci berkisar tentang memaafkan dan kasih. Hanya kasih yang mampu memberi kita kekuatan untuk memaafkan. Kasih mengajarkan kita untuk melihat dalam diri sendiri, betapa tidak sempurnanya aku. Mengapa harus menginginkan kesempurnaan orang lain. Motivator Mario Teguh dalam siarannya minggu malam di Metro TV telah menamparku dengan kalimat “masa lalu yang buruk adalah puing-puing, kalau kita membawanya terus hingga saat ini, kita akan berjualan puing-puing (barang rongsokan)”.
Puing-puing ini harus dibuang. Terutama puing-puing dalam hati dan juga tindakanku. Puing-puing itu berupa:
1. Egoisme.
Betapa sombongnya aku. Menganggap bahwa akulah yang menyelesaikan semua persoalan ini. Bahwa akulah yang membawa keberhasilan ini. Bahwa akulah yang telah banyak berkorban untuk semua pihak. Akulah yang paling sengsara. Akulah yang mengalah. Akulah…. Akulah… akulah…. Semua berpusat pada aku…aku…aku…
Bagaimana dengan dia, bagaimana dengan mereka??? Apakah dia dan mereka hanya berpangku tangan? Diam saja tidak melakukan apa-apa? Tidak berperan apa-apa???...
2. Sok Suci.
Aku sudah berdoa siang dan malam. Berarti apa yang aku lakukan sudah benar, karena semua aku lakukan dalam doa. Pastilah semua yang kulakukan adalah tuntunan dari Allah. Aku merasa yakin bahwa apa yang aku lakukan adalah benar. Dan orang lain salah. Aku memang sudah menghindari dan tidak melakukan dosa-dosa besar seperti membunuh. Benarkah???
Bagaimana dengan sikapku yang tidak hormat, tidak menghargai, tidak mengasihi, tidak mengampuni??? Bukankah sama dengan “pembunuhan karakter” orang lain?? Bukankah ini lebih kejam??
Oohhh… Tuhanku…. Sepantasnya aku bersujud di hadapanMu. Betapa angkuhnya aku, menganggap diri benar. Menganggap diri sudah berjalan di jalanMu, padahal aku tidak tahu apa-apa tentang kehendakMu. Aku mohon ampun atas kesombanganku ini… kedalam hatiMu yang kudus dan suci… aku serahkan seluruh hidupku.
Bacaan Kita hari ini, 1 Agustus 2011:
BcE: Bil. 11:4b – 15
Musa mengeluh pada Tuhan. Capek lelah dan putus asa. Karena umat yang dibawanya mulai rewel. Manna yang dikaruniakan dari Tuhan kepada mereka tidaklah cukup. Mereka menginginkan daging. Tubuh mereka kurus, dan mereka mulai iri pada musuhnya yang makan daging. Musa protes pada Tuhan, apakah ini semua tanggung jawab dia?? Melaksanakan kehendakNya tidaklah mudah. Sebagai manusia kita juga merasa capek, lelah dan putus asa seperti Musa.
Mzm. 81: 12 – 17
Sebuah nyanyian pada waktu pembaharuan perjanjian dengan Tuhan. Bagi umat yang tidak mendengarkanNya, Ia biarkan. Hingga nantinya mereka sadar, kembali kepadaNya dan membuat perjanjian baru denganNya. Tuhan tidak akan mengabaikan mereka yang bertobat “…umatKu akan kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu, Aku akan mengenyangkannya.”
Mat 14: 22 – 33
Petrus adalah murid paling tegar yang disebut “batu karang” oleh Yesus. Namun, dia pun masih kurang percaya kepadaNya, sehingga terjatuh ketika dibimbingNya berjalan diatas air. Bagaimana dengan kita?? Sudahkah kita percaya penuh kepadaNya?
BcO: 1Raj. 21: 1 – 21, 27 – 29
Raja Ahab sebetulnya tidak jahat. Namun keinginannya yang kuat untuk memiliki kebun anggur Nabot, membuat ibu Ahab mampu menggunakan kekuasaannya sebagai raja, untuk memiliki kebun tersebut dengan paksa. Yaitu dengan membunuh Nabot. Ketika Tuhan marah dan mengancam akan memberikan malapetaka kepadanya, ia menyesal. Dikoyakkannya jubahnya dan dia berpuasa. Ia merendahkan diri dihadapan Tuhan, mohon pengampunan. Dan Tuhan mengasihi dan memberi pengampunan kepadanya. Pertobatan dan puasa adalah langkah untuk mengakui kebesaran Tuhan dan merendahkan diri dihadapanNya. Dan Tuhan mengampuninya.
Tidak perlu sempurna untuk disayangi… dan tidak perlu istimewa untuk selalu dikenang….
To be like our Savior and His early followers, we should ask ourselves each day: “what good thing can I do today in Jesus’s name?” When we do good, we will be offering a sacrifice that please God (Heb. 13:16) and that draws people to Him (Matt. 5:16) – Marvin Williams
No comments:
Post a Comment