Pages

Wednesday, February 15, 2012

"...aku ingin bersamamu..."


rumah mbah Sudi
Seandainya pagi itu aku bisa bertemu mbah Sudi, mungkin aku bisa ngobrol banyak dan mendapatkan jawaban yang tepat, mengapa dia mau tinggal di tempat sesunyi ini sendirian. Sedikit di atas tempat tinggal mbah Marijan, tapi kami belok ke barat, sedangkan rumah mbah Marijan ke timur. Setelah melewati jalan tanah yang sempit. Mobil bisa mencapai lokasi yang sedikit lapang.
Untuk mencapai rumah mbah Sudi, kami harus berjalan kaki lagi, melewati jalan setapak naik dan turun, kira-kira 15 menit. Di tempat yang begitu terpencil, sunyi… mbah Sudi bertekad menghabiskan sisa hidupnya disini. Konon usianya sekitar 70 tahun. Masih kuat berjalan ke desa, dan pulang membawa sekarung kayu bakar atau arang. Kami mengunjungi mbah Sudi untuk mengantarkan kasur.

Dihalaman depan rumahnya, ada kandang ayam. Kalau kami berjalan terus ke barat, di sana ada tanaman sayuran. Buah labu, tomat, kacang panjang, sawi, dan cabe. Cukup untuk lauk sehari-harinya. Kami berkeliling, sambil berteriak mencari mbah Sudi, tapi tidak bertemu. Akhirnya kami kembali kerumahnya yang tidak dikunci, sehingga kami bisa memasukkan kasur ke kamarnya yang sederhana. Karena tidak menunjukkan tanda-tanda mbah Sudi akan muncul, mungkin sedang pergi ke desa, maka kami memutuskan untuk pulang.
kacang panjang

Dalam perjalanan menuju kendaraan kami diparkir, teman kami bercerita, bahwa salah satu anak mbah Sudi, bernama Wahana menjadi korban letusan gunung Merapi. Setelah menyelamatkan ibunya, Wahana bolak-balik menyelamatkan anak-anak kecil dengan dibonceng sepeda motor. Ke tujuh kalinya dia kembali ke atas untuk menyelamatkan anak-anak lain, tapi dia tidak pernah kembali.
Mbah Sudi memilih tinggal sendiri di lereng tertinggi, dingin, sepi dan sendiri. Seandainya aku bisa bertemu dengannya dan bertanya, mengapa mau tinggal disini sendirian?.... jawaban yang aku bayangkan, sebagai seorang ibu adalah “aku ingin bersama anakku….”.
Satu setengah tahun sudah sejak gunung Merapi meletus. Kisah-kisah sedih dibalik peristiwa membuatku sesak napas dengan mata berkaca-kaca.

No comments:

Post a Comment