Pages

Wednesday, February 15, 2012

Goresan di wajah Sang Putri



wajah yang terkoyak
Sisa lahar di puncak gunung merapi, seperti goresan luka di wajah putri gunung. Menghapus kesegaran yang dipercantik dengan semburan rona merah di pipinya. Luka lebar di puncak menggambarkan kesedihan yang menjadi tontonan banyak orang, termasuk aku…
Aku hanyalah penonton… memandang dari jauh, tidak cukup bagiku. Mendekatinya, hingga tempat yang paling mungkin kutempuh. Tempat dimana Mbah Marijan, juru kunci merapi tinggal. Menjaga dan mencintai sang Putri hingga ajal direngutnya. Menatap keganasan api yang meninggalkan karat di seluruh tubuh mobil yang seharusnya menghantarnya ke tempat aman. Rumahnya tinggal kenangan. Tak bersisa sedikitpun.
mobil yang seharusnya menyelamatkan mbah Marijan



Apa yang aku lihat sekarang? Batang-batang pohon yang hangus. Ada yang tegak, juga yang tergeletak tak berdaya. Meninggalkan kenangan pahit, diantara hijaunya kehidupan baru yang tumbuh di sekitarnya.



Gerahkah sang Putri dengan kehidupan di sekitarnya? Kehidupan sosial yang menjauhkan diri dari norma hidup manusia yang benar. Lerengnya menjadi tempat bercengkarama orang tua maupun muda. Kesejukan udaranya, justru menggoda ketaatan dan kesetiaan. Kesucian tercabik tanpa perasaan dosa lagi.
“jangan kaget bu… disini, banyak perkawinan yang berkali-kali, mungkin karena udaranya dingin” kata salah seorang anak Mbah Jo, sambil tertawa terkekeh-kekeh. Mbah Jo sendiri menikah dua kali. Aku tidak berani bertanya, berapa kali anak mbah Jo menikah. Ketika melihat aku hanya tersenyum saja, dia menambahkan.
“semoga anak-anak mudanya nggak meniru yang tua”… lho bukannya terbalik?
Banyak penginapan di sepanjang jalan menuju ke atas. Udara dingin selalu menjadi alasan perselingkungan atau hubungan yang melebihi norma agama bagi anak-anak remaja. Kalau orang berpacaran sampai ke daerah atas merapi selalu di anggap negative. Tapi mungkin benar juga…. Bahkan jalan sebelum menuju ke susteran juga banyak penginapan.
Mungkinkah ini semua yang membuat gunung Merapi memuntahkan uneg-unegnya? Menjadi tangisan yang membawa banyak korban. Menyemburkan kemarahan dan kejengkelan atas kehidupan penduduk di sekitarnya. Seandainya aku boleh tahu, sayangnya aku tidak pernah tahu….
Aku hanyalah penonton….

No comments:

Post a Comment