Inda menatap keluar jendela kamarnya. Diluar hujan, udara sejuk, bahkan agak dingin. Seminggu setelah Hendra pergi, dirumah setiap hari ada sembahyangan hingga hari ke 7. Dua hari kemudian dia memutuskan untuk bekerja kembali. Walaupun pimpinan pusat memberikan keleluasaan beberapa hari lagi, tapi di rumah yang mulai kosong justru membuat Inda kesepian.
Satu persatu keluarganya pulang. Masih sering ada tamu yang datang untuk berbelasungkawa, tapi lama-lama berkurang.
Hari-hari dilaluinya hanya bersama Sari dan bibi. Hingga kemarin sembahyangan 40 hari kepergian Hendra. Banyak yang datang, sedikit mengalihkan kesepiannya. Tapi toh semuanya akan segera berlalu. Kembali seperti semula.
Inda masih menatap jendela. Sesak di dada yang awalnya sering terjadi, lambat laun berkurang dengan semakin jauhnya bayang-bayang Hendra. Tiba-tiba air mata pelan mengalir, membasahi pipinya. Tangis yang sepi dalam diam.
Dibiarkannya mengalir. Ada kelegaan dalam dadanya. Inda sudah banyak belajar melepas dan ikhlas dalam banyak hal. Kini dia juga harus mengikhlaskan kepergian Hendra yang mendadak. Kepasrahan total kembali dia rasakan kepada Sang Pencipta yang mengadakan juga meniadakan.
Baiklah....
Tugas sebagai pendamping Hendra sudah berakhir. Ada tugas selanjutnya sebagai ibu bagi Sari. Hidup harus berjalan. Masa depan Sari harus dipersiapkan.
Inda keluar kamar. Mendapati bibi sedang menemani Sari nonton TV. Inda mendekat dan duduk di sampingnya.
"bibi boleh pulang sekarang?" tanya bibi pelan.
"iya bi. Maaf jadi agak sore pulangnya." sahut Inda menyesal membiarkan bibi sampai melebihi jam kerjanya.
"nggak papa, kalau diperlukan bibi juga masih bisa tinggal" Inda minta bibi pulang saja. Tidak apa. Inda merasa harus membisakan diri untuk berdua dengan Sari.
Inda merapatkan duduk di samping Sari, memeluknya dengan lembut.
"Mari kita sambut hari esok dengan semangat baru ya, Sari. Ibu berdoa supaya diberi umur panjang. Supaya bisa mendampingi hingga nanti kamu dewasa, bisa hidup mandiri dan tidak membutuhkan ibu lagi".
Jalan masih panjang |
T A M A T
Dalam hidup ini, ada hal-hal yang 'tak terhindarkan' dan yang 'permanen'. Yang tak terhindarkan adalah peristiwa yang harus terjadi dan tidak bisa dihindari. Sedangkan yang permanen adalah pelajaran yang kita petik dari peristiwa tersebut. -- Paulo Coelho dalam novel Gunung Kelima --
No comments:
Post a Comment