Kisah 13 - Mercusuar
Rumah mungil type 36 itu menjadi mercusuar bagi Hendra. Pengembaraannya mencari jawaban atas kegelisahan hati yang terjebak dalam masa lalu dan masa kini terus digali dan digali. Selain terus mengajar tentang seni keramik yang dia pelajari di Jepang, dia juga mewujudkannya dalam karya. Pengembaraannya untuk mewujudkan seni keramik membuatnya harus pergi beberapa minggu bahkan bulan, ke berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri.
Hendra ingin menggabungkan dua kutub, nilai lama dan nilai baru yang disadari menjadi dua dunia yang membentuknya hingga sekarang ini. Pencariannya membawanya ke kehidupan tradisional di Cirebon, Jogjakarta, Klaten, Bali bahkan suku Asmat Papua.
Nilai baru di himpunnya dari tugas-tugasnya ke luar negeri juga pameran-pameran yang diadakan di berbagai negara.
Pembelajaran tentang pengolahan material, berlanjut ke Filipina. Undangan pameran berdatangan dari berbagai negara. Denmark, Belanda, Jepang tentu saja. Juga di negara-negara seperti Italy, Korea, Turky, Bangladesh dan Kanada.
Kalau kebetulan bisa cuti Inda ikut mendampingi. Inda pernah mendampingi pameran di Denmark. Tapi di tempat-tempat lain terpaksa berangkat hanya bersama tim.
Untuk mendukung karyanya Hendra melakukan pencarian dan pemahaman spiritualitasnya hingga ke Nepal, Kathmandu. Dan menggabungkannya dengan filsafat hidup para sesepuh atau yang selalu dia sebut "eyang". Dari para eyang inilah Hendra menimba religiusitas dasar bersumber pada energi alam semesta, air, tanah, udara dan api.
Dimana pun Hendra berada, lampu yang dinyalakan Inda memancar lewat mercusuar, membuatnya ingin pulang ke pelabuhan hatinya. Apa pun yang dilakukan Inda, membuatnya bersyukur tanpa henti. Ucapan "terimakasih" selalu meluncur dengan tulus dari bibirnya. Dari mengambilkan segelas air putih, menyajikan teh hangat, hingga memasak masakan kesukaannya. Tak tahan Hendra sering memeluknya di tengah Inda memasak.
Inda segalanya bagi Hendra. Setiap Inda memiliki kesempatan untuk hadir dan mendampingi dalam pameran dia akan dengan bangga memperkenalnya "ini Inda istriku sekaligus donatur utamaku". Ungkapan yang membuat Inda merona dan malu. Walaupun memang mengandung kebenaran.
Memahami Hendra bukan hal yang mudah. Bahkan teman-teman sesama seniman menyebutnya berperilaku nyeleneh. Bagi Inda yang bergelut dalam dunia rasional angka dan huruf semakin sulit lagi memahami sepak terjangnya dan juga karya-karya yang kental dengan balutan mistis dan spiritual. Kalau sudah bergumul dalam pembuatan karyanya, seakan sulit ditembus. Sangat total dan merasuk dalam mewujudkan karya seni ciptaanya.
Inda memilih untuk undur diri, dan membiarkan Hendra bergelut dalam dunianya. Kadang merasa nelongso karena terabaikan, tapi toh Inda terus melakukan hal-hal yang mendukung Hendra tanpa henti. Benar kalau dia adalah donatur utamanya. Karena mewujudkan karyanya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Juga biaya pengembaraanya. Kadang ada sponsor, kadang dana dari Fakultas, tapi pasti juga menguras dana pribadi.
"lalu, apa yang membuatmu bertahan, In?" tanya sahabat Three Musketeer semasa kuliah dulu, ketika berkumpul di Bandung.
"hhhmmm... apa ya?" butuh waktu juga untuk menjawab. Karena memang tidak pernah terpikirkan.
"Hendra kan baik ya orangnya" kata Inda melanjutkan.
"Dia baik, rasanya tidak ada alasan untuk mengeluh. Dia setia. Kalaupun dia melupakanku saat sibuk pameran atau membuat karya, atau harus pergi berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan kesana kesini, ya memang begitulah dia, selalu total. Lagipula, kalau dengar suaranya bahagia karena pamerannya sukses, rasanya semuanya sudah terbayar" ungkap Inda lega. Seakan baru menyadarinya sekarang kalau sebetulnya semua yang dilaluinya baik-baik saja.
Setiap kali Inda melihat hal-hal baik yang dilakukan Hendra, terhadap dirinya, ibu dan keluarga besarnya dan semua orang di sekitarnya yang bahkan kadang tidak dikenal, memberikan energi yang besar untuk menyalakan lampu mercusuar. Membuat Hendra tahu arah pulang ke pelabuhan hatinya.
Bersambung...
No comments:
Post a Comment