Pages

Friday, April 13, 2012

Hiruk pikuk di meja makan


Kalau aku sudah asik di kamar, memang lupa waktu. Apalagi waktu di Jogja lebih lambat satu jam dibandingkan di Ende. Tiap kali aku melirik jam di laptop, aku merasa masih di Jogja. Tapi, tiba-tiba ada yang melongok di pintu kalau pintu kamar tidak kututup. Atau mengetuk pintu sambil berkata pelan,
“tante, ditunggu makan”… itu berarti aku harus melepaskan semua aktivitasku dikamar, dan turun ke bawah untuk makan bersama, walaupun belum lapar.
Aku selalu duduk di kursi yang sama. Didepanku mama. Bapak di kursi ujung meja, sebelah kiriku. Sebelah kananku tante. Sisa kursi lain bisa dipakai siapa saja yang ikut makan pada saat itu.
Di depanku berbagai sajian berjajar di atas meja. Selalu ada sayur, sup, tahu-tempe, ikan dan ayam. Nasi ada di magic jar di meja belakangku.
Selalu ada seseorang berdiri di samping bapak. Dan beliau memberi instruksi sambil menyorongkan piring untuk diambilkan nasi merah di magic jar. Bisa sesendok, dua sendok, sesuai keinginan bapak. Mama juga memberikan instruksi untuk diambilkan nasi merah. Kecuali saat sarapan, bubur nasi merah selalu tersedia di atas meja.
Setelah itu, bapak akan meminta lauk yang dia inginkan. Setelah bapak mengambil, piring lauk diletakkan di meja dekat magic jar. Demikian satu persatu piring lauk melewati bapak kemudian berakhir di meja.
Mama lauknya special karena harus diet. Sedikit konsumsi garam dan segala sesuatu yang mengandung kolesterol.
Aku beranjak mengambil nasi dan lauk setelah bapak selesai dilayani dan siap menyantap hidangan di depannya. Setelah nasi dan lauk siap di piring, baru aku kembali ke kursiku untuk makan.
Memang benar, meja makan bisa menjadi sarana untuk berkomunikasi yang sangat efektif. Setelah seminggu di sini, aku baru mengerti. Bahwa setiap makan, mereka selalu berbicara tentang banyak hal. Dari pembahasan ringan, berdebat, salah paham, saling berteriak, saling tuduh, tertawa, panas hati, bahkan bisa saling tuding. Dan itu semua dilakukan sambil makan.
Awalnya, aku kikuk dan bingung. Aku masih bingung dan belum bisa menangkap dengan benar bahasa mereka. Walaupun dengan bahasa Indonesia, tapi ada kata-kata yang tidak biasa aku dengar. Apalagi kalau mereka berbicara full speed… hadeeeeeh… nggak tahu sama sekali. Atau mereka sedang membicarakan tema atau seseorang yang belum aku kenal.
Hebatnya, apapun yang terjadi di meja makan, akan selesai setelah kami meninggalkan meja. Tidak ada ganjelan. Semua seperti selesai saat itu juga. Biarpun kadang harus bersitegang, saling tuding, berteriak, tapi toh akhirnya semua saling memahami.
Sehari tiga kali, kami bertemu di meja makan. Dan tiga kali pula suasana tersebut berlangsung dalam keseharian kami. Aku merasakan perbedaan suasana di meja makan dalam keluargaku, layaknya orang Jawa.
Kami makan dalam diam, pelan, sopan. Komunikasi berlangsung datar, biasa, tidak ada gejolak, dan tenang-tenang saja. Ada waktu tersendiri untuk bertengkar. Suara keras, dan spontan kadang tersimpan untuk nantinya dibicarakan tersendiri. Kelemahannya adalah lupa. Banyak kemudian, keputusan diambil tanpa kompromi. Rame belakangan menjadi pilihan orang-orang Jawa.
Awalnya, aku rasanya mau tersedak, setiap mendengar mereka seperti bertengkar di meja makan. Tapi toh acara makan berjalan lancar. Dan setelah ketemu ujung pangkalnya, begitu mudahnya mereka tertawa dan saling menggoda… hebat!.
Sekarang aku sudah biasa. Tidak takut lagi dengan acara makan. Atau mungkin aku justru bersyukur, karena sajian lauk pauk setiap hari tidak akan menambah berat badanku. Karena aku makan dengan rasa khawatir… takut ada piring, gelas, garpu melayang… hahaha…
Dan aku tahu… walaupun suara mereka keras, lantang, menggelegar…. Hati mereka bersih. Siapa pun yang datang, harus makan!! Dan harus mau…! Hati mereka dekat dan penuh kasih satu dengan yang lain. Mungkin karena setiap ada ketidak cocokan langsung terlontar… jadi hati tetap terjaga, bersih dari segala prasangka….
Dalam hiruk pikuknya komunikasi… aku selalu  merasakan adanya kejujuran, ketulusan, niat baik, bahkan juga kasih sayang di antara mereka.

No comments:

Post a Comment