Langit semakin gelap. Keyboard laptopku sudah tidak kelihatan hurufnya. Aku mengetik mengandalkan kemampuan jari-jariku menghapal letak setiap huruf. Sambil menunggu Saipan menyalakan gensetnya. Semua sudah aku siapkan untuk menunggu saat berharga ini. Yang jelas persiapan untuk mengisi baterai lap top dan hp. Memastikannya penuh sehingga besok pagi bisa kupakai dengan leluasa.
Saipan hanya menyalakan lampu selama 3 jam. Ada beberapa rumah yang ikut penerangan darinya, termasuk rumahku. 3 jam sudah cukup bagi mereka untuk beraktivitas sebelum beristirahat. Aku tidak ingin merubah kebiasaan ini, walaupun aku bisa memintanya lebih dengan menambah uang bensin. Biarlah seperti biasa saja. Aku ingin menikmati kehidupan seperti mereka dalam kesehariannya.
Nah.. lampu mulai berkedip-kedip, tanda Saipan baru berusaha menyalakan gensetnya. Aku membawa stabilizer dari rumah supaya aliran genset yang naik turun tidak menggangu laptopku. Rumah di depan dan juga mesjid sudah menyala beberapa waktu lalu. Mereka memiliki aliran listrik dari genset yang berbeda. Aku masih bersabar menunggu lampu benar-benar menyala…..
Nah… akhirnya… menyala juga.
Tiba-tiba Saipan datang.. tergopoh-gopoh minta maaf. Ternyata dia tidak tahu kalau rumahku masih gelap. Padahal dia mengaku sudah menyalakan genset sejak tadi. Kebetulan dia akan mengambil sepeda motor yang dititipkan disini, dan baru sadar kalau rumahku masih gelap. Barulah dia menyusuri kabel, mencari letak kesalahannya ada dimana. Ternyata ada satu kabel yang berhubungan dengan rumah sebelah yang putus. Aku sendiri bahkan tidak menyadari kalau ada masalah tersebut. Aku hanya berpikir, Saipan memang sedikit terlambat menyalakan gensetnya.
Saipan dan Parmi berpamitan pergi ke dusun, menengok ibu temannya yang sakit. Dusun terdekat dari sini tempat orangtua Parmi tinggal jaraknya sekitar 6 km. Aku kembali sendiri, seperti hari-hari kemarin. Tinggal menunggu lap topku dan hp terisi penuh baterainya. Dan aku akan masuk kamar… membaca atau merenda sampai lampu mati dengan sendirinya karena kehabisan bensin, atau 3 jam setelah genset dinyalakan.
Kehidupan baruku di sini benar-benar unik. Betapa aku bersyukur, di Wedi-Klaten listrik bukan masalah. 24 jam penuh dan bisa dimanfaatkan untuk apa saja. Betapa banyak orang masih mengeluhkan ini itu dengan berbagai fasilitas yang sudah dimiliki, sedangkan disini 3 jam dalam terang adalah sebuah karunia. Di kota, begitu banyak hiburan bisa dilihat. Tidak hanya TV, tapi ada juga TV cable, internet dan berbagai hiburan yang begitu mudah didapat. Merasakan kehidupan yang serba terbatas, membuat aku malu terhadap diri sendiri, karena kurang bersyukur dengan apa yang sudah aku miliki.
Walapun hanya berdua dengan zulu, hari-hariku terasa indah disini. Dan aku yakin akan semakin indah ketika aku sudah kembali. Karena aku melihat keindahan hidup warga pantai Ngandong, yang dalam keterbatasan masih memiliki hati untuk berbagi, untuk saling berkunjung dan saling membantu. Dan lihatlah… mereka menyapaku ramah…. “dereng sare bu?...” belum tidur bu?
No comments:
Post a Comment