Pages

Saturday, January 21, 2012

Jiiiii.....rroooo....llluuuuuu...!!!!!

Kalau Saipan tidak kelihatan, aku selalu bertanya,
“saipan nang endi mbak Parmi… kok ra ketok?” saipan mana kok nggak kelihatan? Tanyaku
“pun mandap bu…” sudah turun bu… maksudnya turun ke laut bersama kapalnya. Kapal yang bernama Fortune, itu milik Saipan. Kapal itu dia dapatkan dari seorang bapak, pemilik pabrik tekstil dari Salatiga. Beliau membelikannya karena Saipan membantunya membeli tanah disini. Karena Saipan tidak mau diberi uang, maka dia dibelikan kapal, juga tanah dan rumah yang sekarang dia tempati.

siap melaut
Turun ke laut, mencari ikan biasanya cukup berdua. Tapi untuk mendorong kapal ke laut butuh bantuan 2 atau 3 orang lagi. Ketika kapal menyentuh laut yang sedang pasang, beban para pendorong menjadi ringan. Kapal diputar menghadap laut, mesin dinyalakan dan mereka siap berlaga di laut lepas.
Ini lah penghidupan utama para nelayan. Melaut, menjadi bagian dari hidup mereka. Menerjang ombak ketengah laut. Mengadu untung atau buntung. Mereka bisa datang dengan berkilo-kilo ikan berbagai jenis. Atau tidak sama sekali.
Apa pun yang mereka peroleh di tengah laut, menjadi hak mereka berdua. Orang-orang yang membatunya mendorong kapal turun ke laut, hanya sedang membantu.

Demikian pula ketika kapal kembali pulang.
Deru mesin kapal sudah terbiasa bagi telinga mereka.
“ayo tarik… kapale teka”…. Aku bahkan tidak mendengar sedikitpun suara mesin kapal yang datang, karena berbaur dengan debur ombak yang keras. Tapi mereka tahu….
Butuh banyak orang untuk menarik kapal. Sekitar 10 orang berlarian kelaut menyambut setiap kapal yang datang.
Aku dan zulu ikut berlari ke tepi pantai. Tidak ikut membatu karena tidak boleh. Bukan pekerjaan wanita, katanya… hahaha….
jiii....rroooo....luuuuu!!!!
“ji….ro….luuuuuu” tuuu….wa….gaaaa…. aba-aba diteriakkan dan mereka serempak menarik kapal. Berkali-kali aba-aba diteriakkan… kapal bergeser naik sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya aman terparkir di pinggir pantai.
Saatnya melihat hasil…. Beruntung atau buntung?

Yang aku kagumi di sini, nelayan kental persaudaraannya. Mendorong dan menarik kapal membutuhkan tenaga yang luar biasa. Mereka tidak mendapatkan bayaran apa pun. Selain di saat mereka turun atau naik laut… pasti ada yang membantunya. Saling tolong menolong dan bergotong royong menjadi kekuatan dalam hidup bersama.  Tidak perlu ada surat perjanjian, atau tertulis hitam di atas putih. Semua sudah tercatat dalam hati dan jiwa mereka sejak mereka lahir. Tak akan mungkin terhapuskan hingga kapan pun.

No comments:

Post a Comment