Siang itu, cuaca memang tidak bersahabat bagi para pengunjung pantai. Sabtu adalah hari sibuk bagi para penghuni Pantai Sundak dan Ngandong. Aku menghitung ada 15 bis yang datang dan pergi. Mobil pribadi memenuhi parkiran, bahkan ada 2 tenda besar didirikan disitu. Ternyata ada rombongan sebuah perusahaan di Jogja yang berlibur bersama karyawan dan keluarganya. Acaranya, ndangdutan semalam suntuk. Pantai menjadi penuh. Kami akhirnya, duduk-duduk di rumah sambil ngobrol. Menikmati nyamikan dan kopi, sambil melihat orang lalu lalang di depan rumah.
Sayang, hujan turun sejak pagi. Banyak yang nekad tetap berlarian dan mandi di pantai. Sekalian basah.
Tapi, ada juga yang menyesali hujan, dan berteduh di rumah kami. Pada saat itulah, kami mendengar suara berdebum keras. Dan semua orang berlarian ke arah suara. Tujuannya, di jalan masuk ke Pantai Sundak yang memang sempit dan curam.
Suamiku berlari, bersama arus banyak orang yang tidak mempedulikan hujan. Aku dan Seska, memilih diam di tempat. Selain hujan, begitu banyak orang sudah berkumpul ke satu arah yang sama. Walaupun penasaran, kami memilih untuk mendengar ceritanya saja.
Tiba-tiba ada ibu yang berlari berlawanan arah… sambil berteriak,
“copet…copet…. ono copet!!” hah… spontan aku dan Seska berpandangan. Lhoh... kok copet?? Suaranya kok begitu keras?? Apa copetnya di gebukin?? Sabar…. sabar kita tunggu beritanya.
Dan benar… walaupun hujan, suamiku kembali dengan santai. Sebelum kami sempat bertanya, dia sudah bercerita. Mungkin melihat ekspresi wajah kami yang penuh tanya.
“bis terbalik…” lhoh… lha kok tadi copet?? Akhirnya aku dan Seska tertawa. Baru setelahnya kami bertanya lebih lanjut.
“gimana ceritanya mas? Ada korban? Kok tadi bilangnya copet…copet…”
Suamiku yang super kalem, menjawab santai.
“Ada dua bisa berpapasan. Satu mau masuk, yang satu mau keluar. Itu… di tanjakan yang sebelah atas. Nah karena nggak cukup, yang mau keluar mengalah… saat dia mundur… tergelincir dan terbalik masuk selokan. Nggak ada korban kok. Tapi kayaknya ada ibu yang tangannya patah. Tapi sudah ditolong. Yang lainnya ga papa….” Jelasnya. Trus copetnya???
“oooo… ya mungkin ada yang mengingatkan… awas copet!... kan banyak yang menggunakan kesempatan seperti itu untuk mengambil barang-barang penumpang” jelasnya lebih lanjut.
Aaahh… ya masuk akal kalau tadi ada yang teriak copet…copet….
Yaaah… memang susah… bagi para korban… bisa jadi, sudah jatuh… tertimpa tangga pula!.
Bukan rahasia lagi, korban bencana alam, bisa menjadi penghasilan bagi banyak orang. Pendapatan terselubung berkedok belas kasih. Sebetulnya sama saja dengan copet. Hanya ini copet elite!!. Tapi aktivitasnya sama. Sayang sekali, mental seperti ini yang berkembang ketika bencana alam terjadi. Heboh di saat ada gempa bumi, gunung meletus, tsunami, banjir, tanah longsor. Begitu dana mengucur, dicopet sana sini. Dan setelah sisanya diberikan… selesai sudah… bagaimana selanjutnya… terserah Anda… persis seperti iklan deodorant. Ah sudahlah…. Tuhan yang tahu… aku tidak ingin membahasnya lebih lanjut…
Malamnya… walaupun masih hujan, pesta dangdut yang diadakan para penghuni tenda di tepi pantai tetap berjalan meriah hingga larut malam. Sementara para nelayan berupaya untuk mengembalikan posisi bis yang terbalik. Jelas tidak mungkin. Kami sudah mengingatkan... tapi mereka tidak putus asa “namanya usaha membantu pak… kami coba semampunya”. Usaha yang sudah jelas sia-sia baru berhenti jam 2 pagi. Tapi mereka puas karena sudah mencoba. Baru esok harinya ada mobil derek datang, dan siang hari, bis sudah bisa dibawa kembali ke Solo oleh pemiliknya.
Semangat para nelayan yang tidak mau berpangku tangan melihat kesusahan orang lain, justru lebih menyentuh hati. Mereka hanya punya tenaga dan niat baik. Sikap gotong royong, bahu membahu dan persaudaraan yang kental menyatukan mereka untuk selalu melakukan sesuatu bersama-sama. Walaupun tidak berhasil, setidaknya sudah mencoba. Sikap yang pantas di acungi jempol!!.
No comments:
Post a Comment