rumah tempat aku tinggal |
Kamar di rumah ini benar-benar full ventilasi. Maklum arsitek, mandor, dan tukang yang menggarap adalah Saipan, dibantu Parmi dan Febri, anaknya. Pembangunan rumah juga bertahap, sesuai dengan dana yang ada.
Awalnya, aku dan kakakku membeli tanah. Itupun, karena pak Mugiran, pemilik tanah ini sakit jempol kakinya dan harus di amputasi. Dia berhutang ke koperasi dan kesulitan untuk membayarnya. Akhirnya tanah ini dijual ke kami. Tanah di sini milik Kraton Jogjakarta yang dibagikan ke nelayan. Jadi sebetulnya tidak bisa dimiliki, selain nelayan itu sendiri. Status tanah tetap HGB (Hak Guna Bangunan). Kami tidak berkeberatan dengan status tersebut. Selain meringankan beban pak Mugiran, kami bisa memiliki tanah, yang nantinya bisa didirikan rumah sederhana. Lokasinya di balik bukit, sehingga sedikit terhindar hembusan angin laut yang kencang.
Karena lama dibiarkan, ada ancaman akan ditarik kembali oleh Kraton Jogjakarta, apabila tidak segera didirikan rumah. Akhirnya kakakku membangun fondasi keliling, supaya kelihatan ada kepastian akan membangun rumah di atasnya. Setelah itu berhenti lagi karena belum ada dana yang bisa disisihkan.
Hingga suatu ketika, ada yang menjual rumah dengan harga murah. Tinggal di angkat dan dipasang di atas tanah. Anehnya ukurannya sesuai dengan fondasi yang sudah dibuat. Tapi belum ada dindingnya. Yaah.. bolehlah…. Dan akhirnya rumah didirikan, tapi tanpa dinding.
Dana dikumpulkan lagi dan kakakku minta Saipan untuk membuat satu kamar.
Kami percayakan saja pembangunannya kepadanya. Hasilnya??? Sebuah kamar full dinding batako tanpa jendela. Kata Saipan,
“niku pun seger, mboten perlu jendela… wong nginggile selane katah” maksudnya, itu sudah segar udaranya, tidak perlu jendela.. karena atasnya ada celah atau ventilasi sudah lebar sekali. Ya betul sih… nggak cuma lebar.. tapi kamar ini memang seperti ruangan yang atasnya di tutup atap, tapi tidak menempel di dindingnya. Nggak Cuma seger… kalau angin kencang… daun pun bisa masuk kamar… hahaha….
Ketika kakakku ingin menambah satu kamar lagi, aku tegaskan ke Saipan, kali ini harus ada jendela. Barulah Saipan membuat pengakuan. Ternyata kamar pertama, dia sendiri yang membangun, bersama Parmi dan Febri anaknya. Karena Saipan tidak bisa membuat kosen kayu, ya sudah… semua dibuat dari batako sampai atas. Sedangnya pintunya dia beli jadi…. Dasar Saipan! Agak jengkel juga tapi ya geli sendiri mendengar penjelasannya yang polos dan lugu….
kamar kedua |
Pengerjaan kamar ke dua, tidak lagi kami percayakan ke Saipan. Harus ada jendela. Dan seperti rencana semula, separoh batako dan atasnya dari gedheg. Rumah sederhana.. biarlah… yang penting bisa untuk tidur. Dan yang jelas tidak perlu AC. Hanya harus siap baju hangat dan selimut… kalau tidak…bisa masuk angin… hahaha…
Ternyata… rumah kecil di tepi pantai… jauh banget dari yang aku khayalkan dulu…. Ya sudahlah… maklum.. arsiteknya adalah Saipan!.
No comments:
Post a Comment