Sudut indah Pantai Ngandong |
Tidak ada keceriaan di pantai tanpa adanya mBendol alias Sargen alias Mr. Bubble. Nama terakhir kami yang mengusulkan untuk menggambarkan arti mBendol ke Maryna yang berasal dari Polandia. Mr. Bubble paling suka lihat wanita cantik, apalagi bule cantik yang berbikini mandi di laut, seperti Maryna . Begitu melihat kami ngopi bersama di warung Saipan, salah satu warung makan di Pantai Ngandong, dia langsung bergabung.
Selain nelayan, Mr. Bubble adalah tukang pijat. Pijantannya oke banget buat melepas lelah, atau memperbaiki urat-urat yang keseleo. Mr. Bubble berperawakan kecil, hitam berotot. Selalu tertawa, dan cara berceritanya selalu membuat kami tertawa ngakak. Dia selalu menolak setiap kali kami menawarkan untuk makan bersama.
“saya itu nggak suka makan…” kata Mr. Bubble. Sebelum kami sempat bertanya lanjut karena keanehan jawabannya. Istri Saipan yang bernama Parmi langsung menyahut.
“Nggak suka makan nasi, tapi lainnya mau…” Ternyata Mr. Bubble hanya suka makan mie. Katanya sehari cukup satu bungkus mie instan. Nafsu makannya gampang sekali hilang. Pagi ini, ketika ada satu bis pariwisata tergelicir dan terbalik di jalan masuk pantai, dia langsung berlari kesana, dengan meninggalkan semangguk mie yang baru dimakan sesuap. Beberapa saat setelah dia kembali lagi, mie hanya kembali disantap beberapa suap kemudian berhenti. Seleranya sudah hilang. Dan dia lebih menikmati menggoda cewek-cewek muda cantik yang berteduh di rumah kami karena hujan angin yang deras tanpa henti sejak pagi.
“istrimu cantik, nDol?”.. tanyaku. Dia tertawa sumringah.
“dulunya, ya menurut saya cantik… tapi… wah sekarang.. ternyata banyak sekali yang cantik” jawabnya sembarangan. Kami tertawa dan kemudian dia melanjutkan.
“istri saya dulu tak kawini ketika dia masih SMP kok bu… soalnya…yaaaa.. terlanjur hamil” katanya santai. Spontan, kami melotot “hah… kamu nih ngakali anak kecil ya…”…
Mbendol tertawa dan semakin bersemangat dan melanjutkan ceritanya.
“nah, pacar saya sebelumnya, SMA. Kami dilarang… ya udah jalan satu-satunya ya tak buat dia hamil. Eeeehhh… tetep saja nggak boleh. Malah dibawa pergi, trus dikawinkan dengan orang lain. Ya sudah gimana lagi…” aku tidak merasakan rasa sesal, sedih atau prihatin, karena berarti dia memiliki anak dengan wanita lain. Seperti tali yang sudah putus begitu saja.
Sebagai ibu, aku membayangkan bagaimana anak itu sekarang. Apakah bapaknya mencintai dia. Apakah hidupnya layak. Apakah dia mendapatkan pendidikan yang benar, sehingga bisa meraih masa depan yang diinginkannya. Dan apakah dia tahu siapa bapaknya yang sebenarnya. Darah siapa yang mengalir dalam tubuhnya.
Mungkin ini tidak pernah terpikir sejauh itu bagi mBendol. Semua sudah berlalu bertahun-tahun lalu. Toh sudah tidak bisa diraih lagi. Dia sudah merelakan semua, tinggal cerita saja. Dia memilih untuk menapaki hidup ke depan bersama istri dan kedua anaknya.
Belajar dari mBendol, walaupun sembarangan kalau bercerita, tapi aku melihat ketegaran hati dalam melihat persoalan hidup. Hidup harus terus berjalan… tidak perlu menyesali yang sudah lewat. Yang penting, bagaimana dia menjalani hidupnya sekarang ini, saat ini.
No comments:
Post a Comment