Di hari kelima aku di Pantai Ngandong… sapaan yang muncul hampir sama.
“krasan bu?”
“taksih betah to bu?”
“lhoh.. taksih nginep mriki to bu?”
Wah… kok jadi mereka yang mengamati aku. Padahal mestinya aku yang mengamati kehidupan mereka selama aku disini. Tapi aku bisa menerima keheranan mereka. Hidup… jauh terpencil dari dunia luar. Listrik hanya 3 jam setiap hari. Tidak ada hiburan. Dan tidak ada teman.
Makanan, bagi mereka tidak pantas disajikan untuk orang kota seperti aku. Ini pendapat mereka. Suatu hari Parmi menyajikan lobster untukku. Tapi aku tolak, karena aku tidak berani makan lobster, udang, cumi, gurita, yang menurut mereka ini kesukaan orang kota, karena mahal harganya. Kolesterolku sudah terlalu tinggi. Lagi pula aku tidak begitu suka seafood. Aku lebih lahap makan sayur papaya ala Parmi yang tidak pahit, dengan sambal dan tempe atau tahu goreng.
Selama ada laptop, buku bacaan dan renda, aku krasan. Banyak hal baru dan menarik disini. Para nelayan, istri dan anak-anaknya sangat ramah. Mereka selalu menyapaku, juga zulu. Aku tidak perlu mengkhawatirkan sesuatu.
Di TPI, ada seorang karyawan bernama Deru yang HPnya selalu mendapat sinyal bagus. Setiap kali suamiku telpon, dia akan melambaikan tangan supaya aku datang ke tempatnya. Karena kalau dia beranjak dari tempatnya, sinyalnya akan hilang. Akhirnya, suamiku mengirimkan pulsa ke HPnya, sehingga akupun bisa menggunakannya untuk menghubungi suamiku.
Dan ketika tadi pagi, ada lambaian tangan Deru…. Aku tahu pasti suamiku yang menelpon… sapaan pertamanya adalah “gimana? Masih krasan?”…. hahahaha….. aku tertawa sendiri. Ternyata bukan disini saja, tapi disanapun… semua bertanya, apakah aku krasan?
Keputusanku untuk tinggal disini 10 hari, ternyata menimbulkan pertanyaan banyak orang. Sekaligus membuat mereka penasaran. Ngapain disana? Semedi?
Apalagi, melihat dan mendengar aku baik-baik saja. Semua ingin tahu, apa yang aku lakukan disini.
bantal,renda,laptop,buku |
Yah, bangun pagi, jalan-jalan di pantai. Mandi dan membawa semua peralatan ke rumah Saipan. Karena aku baru membangun satu kamar lagi di rumahku. Rumah menjadi berdebu dan kotor. Di rumah Saipan, ada kursi bambu yang sangat besar. Aku bisa memandang laut sambil tiduran dan menulis di laptop. Bosan menulis, aku merenda. Dan kalau bosan semua aku membaca, atau berjalan ke pantai kalau tidak panas. Kalau lapar, tinggal masuk ke dapur Parmi, mengambil makan dan lauk seadanya.
Di sini aku bisa melihat kehidupan mereka sehari-hari. Melihat tamu yang datang dan kegiatan mereka di pantai. Mengamati kegiatan para nelayan, juga teman-teman Saipan dan Parmi yang datang dan pergi.
Aku juga membawa bantalku ke kursi bambu Saipan. Hingga gampang terlelap, begitu mengantuk.
Rasanya…. Kalau ada lagi yang bertanya “krasan bu??...” aku pasti akan menjawab “krasaaaannn….!”.
No comments:
Post a Comment