Pages

Saturday, January 21, 2012

Offline, ATM dan facebook

Ternyata kemajuan teknologi komunikasi dan perbankan sudah meluas sampai ke Pantai Ngandong. Walaupun nampaknya terpencil, tapi warga yang tinggal di sekitar pantai Sundak dan Ngandong sudah maju dalam hal komunikasi, terutama Hp. Hampir semua orang memiliki HP. Model lama tidak masalah, yang penting bisa dipakai. Bahkan Hp mereka lebih mudah menerima sinyal dari pada HP ku, entah kenapa…

hp ditempel dan diikat pakai karet gelang, sinyal full!!
Setelah melihat aku beberapa kali menerima telpon di tengah parkir, dibawah pohon dekat TPI, atau bahkan harus naik ke bukit tempat resort de Crabs berada, pak Jiman menawarkan sesuatu yang menakjubkan.
“di rumah saya saja bu, tinggal di tempel di antena saja kok…” Ternyata di rumahnya, yang bersebelahan dengan rumah Saipan ada antena yang memudahkan aku untuk mendapatkan sinyal. Lucunya, alat tersebut hanya sebuah kotak tipis sebesar Hp yang dibungkus lakban (isolasi dari kertas). Entah isinya apa. Kotak tersebut disambungkan ke kabel tebal yang dihubungkan dengan antenna di atas rumahnya. Hpku tinggal di tempel dengan karet gelang. Dan sinyal langsung full….. ajaib!! …. Langsung tawarannya untuk menggunakan kapan saja aku sambut dengan gembira.

Beberapa hari disini, aku melihat kemajuan yang luar biasa dari masyarakat. Ketika kakakku mengirimkan uang via bank untuk membangun kamar baru, Parmi, istri Saipan langsung mengambilnya ke desa terdekat dimana bank tersebut berada. Beberapa jam kemudian dia kembali dan mengeluh:
“wah uangnya gak bisa diambil, karena offline…” katanya sambil mengelap keringat di dahinya.
“lhoh disitu ada ATM tho?” kataku terpana, karena dia mengenal juga istilah offline.
“oh enggak, ATM hanya di Wonosari. Ini banknya kok bu, katanya offline, jadi uangnya belum bisa diambil”… oooo rasanya kok aku seperti nggak di Pantai Ngandong yang nun jauh disana ya… serasa di kota saja.

Belum lagi aku heran dengan apa yang kuhadapi hari ini, teman Parmi yang bernama Desi (bahkan ini juga bukan nama anak desa), datang dengan penuh semangat. Desi punya kios pakaian di Pantai Sundak. Sudah waktunya untuk berbelanja untuk menambah dagangannya. Kabarnya, berbelanja di Solo lebih murah dari pada di Jogjakarta. Tapi, akan lebih murah lagi kalau belanjanya bersama-sama, biaya transport bisa ditanggung bersama. Terjadilah rapat kecil di rumah saipan. Beberapa pedagang berkumpul untuk merencanakan keberangkatan mereka ke Solo. Jumat  menjadi pilihan hari yang tepat, karena sepi.

Walaupun asik di depan lap top, telingaku kubuka lebar untuk mendengar pembicaraan mereka. Aku tidak bisa menangkap dengan jelas apa yang mereka bicarakan, namun aku mendengar istilah ATM, transfer, bahkan layar sentuh (touch screen)… ketika pembicaraan menyimpang perihal HP tercanggih. Aku tersenyum sendiri dalam hati…. Ternyata… oh.. tenyata… ini bukan lagi desa atau pantai tertinggal… syukurlah…

Dan ketika sore hari aku berkesempatan ngobrol dengan pak Jiman, yang tadi menawarkan antenanya untuk mendapatkkan sinyal HP, ternyata dia juga punya facebook!... alamak!!...  pantas dia adalah nelayang paling kaya dan maju disini. Aku jadi merasa bukan di tempat terpecil, tempat para nelayan tinggal. Aku tinggal di kota yang bernama Pantai Ngandong…. Hahaha…

No comments:

Post a Comment